Sektor Transportasi Dituding Jadi Penyebab Utama Polusi Udara dan Efek Gas Rumah Kaca

Sektor Transportasi Disebut Sebagai Penyebab Utama Polusi Udara dan Efek Fuel Rumah Kaca


Sektor Transportasi Disebut Sebagai Penyebab Utama Polusi Udara dan Efek Gas Rumah Kaca
Kendaraan terjebak kemacetan di kawasan Mampang, Jakarta, Jumat (16/6/2023)(MI/SUSANTO)

PEMBANGUNAN nan ramah ramah lingkungan kian mendesak diterapkan. Transportasi hijau, dekarbonisasi, dan pembangunan berkelanjutan bukan 
hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga melibatkan partisipasi aktif dari masyarakat, sektor swasta, dan lembaga pendidikan.

Kepala Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral UGM), Ir. Ikaputra, M.Eng., Ph.D menyebut, sektor transportasi menjadi penyebab utama polusi udara dan gasoline rumah kaca di Indonesia dan juga terjadi pada banyak negara.

"Sektor transportasi menghasilkan sekitar 25 persen emisi gasoline rumah kaca. Khususnya untuk transportasi darat, seperti kendaraan bermotor, menyumbang 90 persen dari emisi tersebut," terang dia dalam siaran pers dari Humas UGM, Senin (5/8).

Dari goal 0 emission pada tahun 2050 berdasarkan Perjanjian Paris, lanjut dia, nampaknya Indonesia akan sangat sulit dicapai tanpa melalui upaya dekarbonisasi, dan salah satunya pada sektor transportasi yang menyumbang cukup banyak emisi di Indonesia.

Ia juga menyebut, terdapat banyak tantangan dalam upaya dekarbonisasi, namun tetap perlu perlu dicarikan solusi dalam menghadapinya. "Berbagai 
tantangan yang harus dihadapi seperti biaya awal yang tinggi, infrastruktur yang kurang memadai, kualitas bahan bakar, dan juga kesadaran masyarakat," terang dia.

Indonesia, kata dia, masih menghadapi permasalahan utama dalam upaya dekarbonisasi. Berbagai upaya masih belum dapat berjalan dengan maksimal karena beberapa faktor seperti ketergantungan pada bahan bakar fosil, pertumbuhan kendaraan bermotor, kurangnya infrastruktur transportasi umum, keterbatasan energi terbarukan, regulasi dan kebijakan, efisiensi Energi, dan dampak ekonomi.

"Sekali lagi kontribusi seluruh stakeholders baik pemerintah, industri, maupun masyarakat sangat dibutuhkan agar tercipta upaya yang komprehensif dalam mencapai terwujudnya 0 emission," jelas dia.

Ia juga menyampaikan, pihaknya telah menyelenggarakan webinar bertajuk Transportasi Hijau, Dekarbonisasi Dan Pembangunan Berkelanjutan: Kenyataan, Harapan dan Tantangan.

Dalam Webinar tersebut, Pandu Yunianto, ATD., M.Eng. Sc., Kepala Pusat Pengelolaan Transportasi Berkelanjutan (PPTB) Kementerian Perhubungan 
menyatakan pendapat senada. Dia menyampaikan penggunaan gasoline dan listrik di sektor transportasi kurang dari 1 persen, sedangkan sebagian besar lainnya masih menggunakan bahan bakar fosil.

"Sekitar 91 persen emisi gasoline rumah kaca ini berasal dari sektor transportasi darat membuat Indonesia sebagai negara dengan polusi tertinggi di kawasan Asia Tenggara," jelas dia.

Meski kebijakan yang sudah dijalankan untuk mendukung dekarbonisasi sektor transportasi sudah dilakukan, masih terdapat sejumlah tantangan dan hambatan. Tantangan tersebut di antaranya terkait dengan penggunaan energi alternatif seperti gasoline dan listrik yang masih membutuhkan dukungan dari banyak stakeholders seperti belum adanya roadmap pengembangan teknologi mobil listrik untuk menggantikan mobil berbahan bakar fosil.

Menurutnya, diperlukan peningkatan jumlah SPLU untuk mendorong Renewable Portfolio Requirements (RPS) yang merupakan konsep kebijakan yang mendorong pemanfaatan energi terbarukan dengan mewajibkan produsen listrik fosil untuk memproduksi listrik dari sumber energi terbarukan dalam jumlah tertentu. Selain itu, Infrastruktur pasokan gasoline yang masih terbatas pada moda kendaraan bermotor, kereta api, dan kapal.

Di saat bersamaan, ia mendorong perlunya pemanfaatan pipa untuk distribusi pasokan gasoline yang lebih murah, aman, dan ramah lingkungan.

Wakil Kepala Dinas Perhubungan Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Syaripudin menyampaikan Dinas Perhubungan Daerah Khusus Ibukota Jakarta telah melakukan inisiatif prioritas penanganan transportasi Jakarta, yaitu menata ulang prioritas pengguna jalan.

Menurut dia, pejalan kaki dan pesepeda sangat penting diberi ruang karena bisa mengurangi kebisingan dan polusi udara sesuai sebagai pondasi dalam Rencana Induk Transportasi Jakarta.

Beberapa program juga sudah dijalankan terkait dengan prioritas di atas antara lain dengan peningkatan prasarana transportasi park and trip
peningkatan kawasan low emission zone (LEZ), push technique dengan insentif dan disinsentif tarif parkir, integrasi pembayaran park and trip dengan angkutan umum massal, dan strategi kebijakan pembatasan pergerakan seperti penerapan sistem ganjil genap dan sebagainya.

Govt Vice President of Company Strategic Making plans, Tracking, and Sustainability PT Kereta Api (KAI) Persero, Sahli mengatakan, jumlah penumpang yang diangkut oleh kereta api bisa menurunkan emisi. Sebab untuk mengangkut 1.120 orang dibutuhkan 160 mobil pribadi, sementara dengan kereta api untuk mengangkut orang yang sama hanya dibutuhkan 1 rangkaian dengan 8-14 gerbong.

Menurutnya, emisi yang dihasilkan kereta api pada jumlah penumpang tersebut hanya sebesar 45.920 gr CO2/km, jauh lebih kecil dibandingkan apabila menggunakan kendaraan pribadi sekitar 115.360 gr CO2/km. (H-2)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *