Masyarakat Diimbau Berdayakan Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang
MENTERI Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga mengunjungi 5 perempuan korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Rumah Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA). Kelima perempuan asal Provinsi Lampung tersebut menjadi korban TPPO di Kota Tanjung Pinang, Kepulauan Riau.
“TPPO merupakan bentuk kejahatan luar biasa (kejahatan luar biasa) yang merampas harkat dan martabat manusia. Perempuan dan anak pun menjadi salah satu kelompok yang rentan menjadi korban TPPO. Pemerintah pusat, pemerintah daerah, hingga masyarakat harus bergerak bersama dalam pencegahan dan penanganan TPPO, termasuk kembali memberdayakan para korban,” ujar Menteri PPPA seperti dilansir dari keterangan resmi di Jakarta pada Sabtu (10/8).
Bintang mengatakan penting bagi pemerintah untuk memberikan dukungan bagi korban TPPO baik secara fisik dan psikis serta ekonomi untuk kembali memberdayakan diri dan meningkatkan keterampilan yang dimiliki.
Baca juga: Kemiskinan Jadi Faktor Utama Tingginya Kasus Perdagangan Orang
“Selain itu, kami menilai perlu dilakukannya tracking oleh pemerintah daerah untuk memastikan korban tidak kembali menjadi korban TPPO di kemudian hari,” tegasnya.
Selain berdialog, Bintang telah berkoordinasi secara intens dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Provinsi Lampung terkait rencana tindak lanjut penanganan korban. Nantinya, akan dilakukan asesmen lanjutan untuk mengetahui harapan dan kebutuhan korban, serta pemeriksaan kesehatan fisik dan psikologis.
“Sebelumnya, UPTD PPA Kota Tanjung Pinang telah melakukan pendampingan proses hukum dan penempatan di rumah aman selama 45 hari. Kemudian, Kemen PPPA yang memfasilitasi pemulangan dan pemberian bantuan spesifik berupa dignity package,” ujarnya.
Baca juga: Menteri PPPA Perkuat Forum Pengada Layanan dalam Penanganan Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak
Bintang memaparkan bahwa faktor kemiskinan dan masalah sulitnya ekonomi menjadi faktor terbesar terjadinya kasus TPPO di Indonesia. Terbatasnya lapangan pekerjaan dan rendahnya keterampilan membuat masyarakat sulit untuk mendapatkan penghasilan yang layak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
“Dalam kasus ini, korban bersedia menerima tawaran pekerjaan yang dijanjikan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab karena tuntutan ekonomi. Pencegahan memegang peranan kunci dalam pemberantasan TPPO. Untuk mencegah TPPO, perempuan harus berdaya dengan berbagai pelatihan untuk menunjang kehidupan perempuan.
Menurut information Kemen PPPA, jumlah korban TPPO pada 2024 jauh berkurang yakni 698 dibandingkan 2023 yang berjumlah 3.366 orang. Sementara information Bareskrim Polri 2023 mencatat, dari 640 korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), 357 korban merupakan kalangan perempuan.
Baca juga: Wujudkan Kesetaraan Gender, Pemkot Tangsel Raih Penghargaan Anugerah Parahita Ekapraya 2023
Ketua Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Wonosobo dan penyintas TPPO Maizidah Salas mengatakan bahwa minimnya pengawasan dan tidak adanya information mutakhir yang dilakukan pemerintah terhadap information Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) yang bermasalah membuat kasus TPPO internasional terus terjadi. Sehingga banyak P3MI yang sudah diblacklist, masih terus beroperasi mencari mangsa.
“Sayangnya di pemerintahan juga information yang dikeluarkan baik yang P3MI yang sudah diblacklist itu tidak terupdate, dan juga selain itu bagi P3MI yang sudah diblacklist besoknya bisa muncul nama P3MI yang lain dengan nama pemilik yang sama,” kata Maizidah yang juga pernah menjadi korban TPPO di Taiwan.
Plt. Sekretaris Kementerian PPPA, Titi Eko Rahayu mengatakan pihaknya terus mendorong upaya pemberdayaan perempuan di bidang ekonomi melalui penandatanganan kerja sama dengan sejumlah perusahaan.
Baca juga: Berhasil Atasi KDRT, Nasabah PNM Mekaar Aceh Dipuji Menteri PPPA
“Sampai saat ini, berbagai upaya pemberdayaan perempuan aktif kami laksanakan, meski begitu kolaborasi lintas pihak, khususnya dengan sektor swasta akan memberikan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat,” katanya.
Titi Eko menyampaikan, Kemen PPPA dan PT MSC Indonesia Consulting akan mengupayakan pelaksanaan style bersama dalam pemberdayaan kewirausahaan perempuan yang berperspektif gender dan melaksanakan penelitian untuk mendukung rekomendasi kebijakan berbasis bukti.
“Kemen PPPA akan aktif memberikan pendampingan pemberdayaan kewirausahaan bagi perempuan terkait inklusi ekonomi, inklusi keuangan virtual, dan ekonomi perawatan, proses penyusunan information terpilah, serta menyediakan materi komunikasi informasi dan edukasi (KIE) sehingga lebih banyak masyarakat bisa mendapatkan manfaatnya,” tandasnya.