Psikolog: Media Sosial dan Viralitas Bisa Bantu Korban KDRT Lebih Terbuka

Psikolog Media Sosial dan Viralitas Bisa Bantu Korban KDRT Lebih Terbuka


Psikolog: Media Sosial dan Viralitas Bisa Bantu Korban KDRT Lebih Terbuka
Ilustrasi, korban KDRT.(Dok. Freepik)

PSIKOLOG Klinis Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Menur Surabaya, Ella Titis Wahyuniansari, menyatakan media sosial bisa membantu korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) untuk lebih terbuka.

Kalau ada kasus KDRT lalu viral di media sosial itu sebenarnya bukan viralnya yang penting, melainkan itu bisa membantu. Mungkin selama ini korban ada rasa malu atau takut. Nah, kalau dia sudah memviralkan, otomatis kan dia sudah berani display up (terbuka) begitu ya, sudah menunjukkan pada orang bahwa ini lho, aku mengalami KDRT, tolong aku,” ujar Ella, Jumat, (16/8).

Ella menyampaikan hal tersebut untuk menanggapi kasus KDRT yang dialami pemengaruh asal Aceh, Minimize Intan Nabila.

Baca juga: Kenapa Korban KDRT Depok Jadi Tersangka? Ini Kronologi Versi Polres Depok

Menurut dia, viralitas di media sosial apabila disikapi secara positif dapat memicu respons dari masyarakat untuk lebih peduli terhadap kasus kekerasan.

Sebenarnya kalau menurut saya, bukan karena viral terus baru ditangani, melainkan kepada bagaimana viralnya itu membantu agar cepat tertangani. Kalau misalnya lebih viral itu kan lebih banyak masyarakat yang menjangkau, ketika sudah viral, masyarakat mulai menanggapi, mulai ramai, jadi tanggapan masyarakat itu yang menjadi bentuk kepedulian,” ucapnya.

Dia mengemukakan, kasus KDRT selama ini sudah banyak terjadi di tengah masyarakat, tetapi masyarakat masih kurang tanggap karena korban tidak mengungkapkannya dengan berbagai alasan, misalnya malu, takut, atau menyimpannya sendiri karena dianggap aib keluarga.

Baca juga: Lengkap! Ini Penjelasan Polres Depok soal Penahanan Korban KDRT Putri Balqis di Depok

Masalahnya kalau kita ada di dalam lingkup rumah tangga itu, tidak sedikit yang berpikiran bahwa karena keluarga, ini aib sehingga harus ditutupi begitu, kemudian pikiran-pikiran bahwa nanti dia (pelaku kekerasan) akan berubah, misal ketika anaknya sudah besar pasti akan berubah dan lain sebagainya,” ujar dia.

Ia mengapresiasi pemerintah yang sudah membuat berbagai kebijakan, termasuk menyediakan layanan psikolog klinis di puskesmas yang dapat diakses dengan biaya terjangkau oleh masyarakat.

Kalau yang saya lihat ya, di Surabaya dan DI Yogyakarta, sudah saya temukan seperti itu. Di puskesmas-puskesmas itu sudah ada psikolog klinis, jadi pemerintah itu sudah mulai memberikan layanannya, hanya saja perlu lebih diperhatikan agar lebih menjangkau wilayah terpencil,” ujar dia.

Untuk itu, ia menekankan pentingnya edukasi kepada masyarakat agar bisa mengakses layanan-layanan tersebut, karena selama ini masih ada stigma negatif ketika seseorang hendak berkonsultasi ke rumah sakit jiwa.

(ANT/Z-9)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *