Warga Jepara dan Demak Menggelar HUT RI di tengah Banjir Rob
UPACARA bendera perayaan memperingati hari kemerdekaan 17 Agustus dilaksanakan dengan berbagai keragaman dan kondisi unik. Di Jepara warga menggelar upacara di tengah laut, sementara di Sayung, Kabupaten Demak kembali digelar di tengah banjir air laut pasang (rob).
Di Jepara tepatnya di warga di pesisir Kelurahan Karangkebagusan, Kecamatan Jepara, Kabupaten Jepara, melaksanakan upacara bendera HUT ke-79 Republik Indonesia di Pantai Pelayaran. Pengibaran bendera dilakukan dengan berendam di laut di Pantai Pelayaran, bahkan peserta termasuk inspektur upacara harus berendam di laut setinggi lutut orang dewas.
Baca juga: Di Usia 76, Tulih St Kalipah Kibarkan Bendera dari Ketinggian 80 Meter
“Ini adalah untuk pertama kali di sini digelar upacara di pesisir pantai dengan jalan terendam di laut, warga datang dengan antusias termasuk mengibarkan bendera cukup besar di laut,” kata Perwakilan Yayasan Budi Daya dan Pengembangan Masyarakat Ekonomi Pesisir Pantai Pelayaran Sapto Budi Raharjo.
Sementara itu memperingati HUT ke-79 RI, warga Desa Timbulsloko, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak seperti tahun sebelumnya kembali menggelar upacara bendera di tengah banjir rob. Ratusan peserta upacara berdiri setempat melingkar di atas jembatan kayu penghubung antar-rumah dan sejumlah warga lainnya berendam di air rob.
Menurut Sukarmin,34, warga setempat ketika semua orang merayakan kemerdekaan dengan suka cita, berpuluh-puluh tahun lamanya warga di Sayung ini belum merasakan kemerdekaan dari bencana banjir rob. Upacara ini di tengah rob ini diharapkan menjadi perhatian bagi pemerintah tentang kondisi di daerah ini.
Baca juga: AG Peduli dan AG Network Peringati HUT RI ke-79 dengan Upacara Serentak di 32 Provinsi
“Jika tang lain sudah merdeka, kami merasakan belum ada kemerdekaan dari bencana, sehingga setiap tahun kura upacara dengan linangan air mata,” ujar Darmanto,30, warga lainnya.
Tokoh masyarakat Timbulsloko, Sayung Shobirin, 43, mengungkapkan bahwa dampak dari bencana rob yang bertahun-tahun lamanya ini menyebabkan banyak warga yang hengkang dari desa ini. Sebelum rob jumlah warga sekitar 400 keluarga namun saat ini hanya tersisa 200 keluarga. “Kami bertahan karena hanya ini yang kami punya,” imbuhnya. (N-2)