PMK : Penanganan Kekerasan di Lingkungan Pendidikan Harus Terpadu

PMK Penanganan Kekerasan di Lingkungan Pendidikan Harus Terpadu


PMK : Penanganan Kekerasan di Lingkungan Pendidikan Harus Terpadu
Ilustrasi orang yang menjadi korban kekerasan.(Freepik)

DEPUTI Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Moderasi Beragama Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Warsito mengatakan kekerasan di lingkungan pendidikan terus terjadi dan tidak mengenal jenjang. Oleh karena itu, ia mendorong agar penanganannya  dilakukan secara terpadu.

“Faktanya bahwa kekerasan di lingkungan pendidikan ini masih berulang dan berulang. Dan ini lah tantangan kita bersama. Oleh karenanya pemerintah memberi perhatian serius terhadap masalah ini dan mengambil langkah-langkah pencegahan, penanganan dan penindakan,” ujarnya dikutip dari siaran pers Kemenko PMK, Selasa (20/8).

Baca juga: Kemenko PMK Soroti Senioritas Dunia Pendidikan Kedokteran

Kekerasan di lingkungan pendidikan, sambung dia,  terjadi mulai dari tingkat dasar, menengah, sampai perguruan tinggi. Kekerasan, ujarnya, bisa dalam bentuk kekerasan fisik, psikis, bahkan seksual serta pelaku kekerasan bisa jadi siapapun seperti peserta didik, tenaga pendidik, pengajar, ataupun dari warga di lingkungan pendidikan.

“Untuk menangani kekerasan di lingkungan pendidikan perlu upaya terpadu dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Pemberian pemahaman atau edukasi terkait kekerasan fisik, verbal dan seksual perlu diberikan tidak hanya oleh tenaga pendidik, namun juga oleh orang tua di rumah sehingga anak-anak dapat menandai perilaku yang mengarah pada kekerasan dan dapat menghindarinya. Pada saat yang sama, orang tua dapat mengetahui sejak dini apabila ada perubahan perilaku dan anak-anaknya bila terindikasi menjadi korban kekerasan,” terangnya.

Ia mengatakan sekolah perlu memiliki guru bimbingan konseling untuk bisa mencegah terjadinya kekerasan di lingkungan sekolah. Kompetensi ini, menurutnya bisa didapatkan melalui pendidikan dan pelatihan khusus apabila sekolah belum memiliki guru-guru dengan latar belakang pendidikan psikologi. Sebab, ujarnya, guru memiliki peran penting dalam memantau murid sebelum terjadinya tindakan kekerasan dan kejadian yang tidak diinginkan.

Baca juga: KDRT Tandai Perempuan Belum Merdeka di Saat HUT ke-79 Indonesia

“Untuk itu diperlukan penambahan Guru Bimbingan Konseling pada satuan pendidikan dasar dan menengah dengan rasio jumlah siswa binaan yang proporsional,” ujar Warsito.

Kekerasan di lingkungan pendidikan menjadi permasalahan yang masih kerap terjadi di Indonesia. Berdasarkan knowledge Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), pelanggaran terhadap perlindungan anak di sektor pendidikan yang masuk KPAI sejak Januari sampai Agustus 2023 mencapai 2.355 kasus. Terdapat kenaikan 10 persen dari sebelumnya sebanyak 2.133 kasus di tahun 2022.

Lebih lanjut, Deputi Warsito menjelaskan bahwa saat ini, Kemenko PMK terus berupaya memaksimalkan peran satuan tugas terpadu yang melibatkan pemerintah pusat, pemerintah daerah dan pemangku kepentingan lainnya untuk dapat melakukan pencegahan dan memberi respon cepat setiap kali terjadi tindak kekerasan di lingkungan pendidikan. Dalam hal ini, Kementerian Agama juga dilibatkan dalam Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) yang melibatkan organisasi sosial keagamaan (bukan ASN).

Baca juga: KDRT Sering Terlambat Dilaporkan karena Ketimpangan Relasi Kuasa

“TPPK perlu bekerjasama dengan masyarakat dengan pengawasan berkala pada tempat tempat di sekolah atau luar sekolah, mengidentifikasi tempat-tempat rawan bullying atau kekerasan,” ungkap Deputi Warsito.

Untuk mencegah kekerasan di lingkungan pendidikan yang dilakukan oleh warga sekolah, Warsito mengatakan proses rekrutmen  staf sekolah harus dilakukan secara ketat. Itu dimulai dari tenaga pendidik dan tenaga kependidikan sampai staf kebersihan, keamanan, dan lain sebagainya.

“Apabila ada oknum yang terlibat menjadi pelaku kekerasan maka perlu dilakukan rotasi atau mutasi sehingga yang bersangkutan tidak lagi bekerja dalam lingkungan Pendidikan. Hal ini perlu dilakukan untuk menghindari timbulnya trauma di kalangan peserta didik dan menutup peluang bagi yang bersangkutan untuk kembali melakukan tindak kekerasan,” ucap Warsito.

Baca juga: Pemanfaatan Data Akurat Penting untuk Tekan Angka Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak

Deputi Warsito turut menyampaikan terima kasih dan apresiasi kepada media massa yang secara intens memberitakan berbagi isu mengenai kekerasan di lingkungan pendidikan. Menurutnya, pemberitaan media sangat membantu dalam mengedukasi masyarakat supaya menjadi pembelajaran dan mencegah terjadinya kekerasan berulang kembali. Selain itu dengan pemberitaan media juga bisa ditanggapi oleh pemerintah untuk bergerak cepat menangani permasalahan.

“Kami menyampaikan apresiasi kepada teman media yang cepat merespon ketika terjadi berbagai kejadian kekerasan baik fisik psikis seksual ataupun yang sifatnya intoleransi. Ini menjadi penting karena langsung terinfokan kepada institusi lembaga terkait yang menangani kekerasan di satuan pendidikan,” jelas Warsito. (H-3)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *