KLHK Hentikan 11 Kegiatan Perusahaan yang Langgar Ketentuan Hingga Sebabkan Polusi Udara
KEMENTERIAN Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tengah melakukan pengawasan dan sosialisasi kepada 230 pelaku usaha dan kegiatan di wilayah wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) yang terindikasi melakukan pelanggaran dan berkontribusi dalam penurunan kualitas udara di wilayah Jabodetabek pada 2024.
Dirjen Penegakan Hukum (Gakuum) KLHK sekaligus Ketua Tim Satgas Pengendalian Pencemaran Udara Jabodetabek, Rasio Ridho Sani menjelaskan dari 230 perusahaan, sebanyak 51 perusahaan telah dilakukan pengawasan dan 11 perusahaan telah dicabut izin operasional karena melanggaran ketentuan kegiatan dan perizinan usaha yang menyebabkan pencemaran udara.
“Ada 11 (perusahaan) yang kita hentikan kegiatannya. Langkah-langkah penting yang kami lakukan untuk memastikan adanya kepatuhan dan juga menjadi pembelajaran atau efek jera bagi kegiatan usaha lainnya. KLHK punya komitmen yang sangat serius dan konsisten yang untuk memastikan kualitas udara Jakarta,” jelasnya dalam konferensi pers di Gedung KLHK pada Rabu (21/8).
Baca juga: Kualitas Udara Jakarta Sepanjang 2024 Semakin Membaik dari Tahun Lalu
Daftar 11 perusahaan yang dihentikan kegiatannya yaitu PT MMLN, PT XYSI, PT BAI, PT GIS dan PT IMP di Kabupaten Tangerang; PT RGL dan PT CBS di Kabupaten Serang; PT III, PT WJSI dan PT EMI di Kabupaten Bekasi; serta PT ASI di Kabupaten Karawang. PT MMLN dan PT RGM bergerak di bidang pengelolaan limbah B3, sedangkan 9 perusahaan lainnya bergerak di peleburan atau pengolahan logam.
Sementara itu, Direktur Pengaduan Pengawasan dan Sanksi Administrasi Lingkungan Hidup dan Kehutanan, KLHK, Ardyanto Nugroho mengungkapkan dari 51 pelaku usaha yang telah dilakukan pengawasan, terdapat 3 perusahaan yang ditemukan taat lingkungan dan 4 perusahaan yang melanggar dan sedang dalam proses sanksi pidana.
“Terhadap perusahaan yang melakukan pelanggaran akan dilakukan penegakan hukum. Sebanyak 3 perusahaan direkomendasikan untuk penegakan hukum pidana, 44 perusahaan akan dikenakan sanksi administratif oleh KLHK, dan 1 perusahaan direkomendasikan untuk
Baca juga: KLHK Akan Tambah 60 Alat Pemantau Udara Air Quality Monitoring System
dikenakan sanksi pidana dan sanksi administratif. Selain itu, ada 1 perusahaan yang diserahkan ke Pemerintah Daerah untuk tindak lanjut sanksi sanksi administratif,” jelas Ardy.
Lebih lanjut, Andy memaparkan bahwa 11 perusahaan tersebut terkena sanksi karena melakukan pembakaran limbah B3 secara pembakaran terbuka dan pembuangan limbah di lahan terbuka serta melakukan kegiatan lain yang tidak terlingkup dalam dokumen lingkungan.
“Menerima Limbah B3 di luar izin, penimbunan limbah non B3 tanpa izin, sumber emisi tidak terlingkup dalam dokumen lingkungan, pembuangan limbah B3 tanpa izin, alat pengendali pencemaran udara tidak berfungsi secara optimum, furnace peleburan tidak dilengkapi dengan cerobong dan tidak terlingkup dalam dokumen lingkungan, open burning sampah domestik dan plastik dan lainnya,” tuturnya.
Baca juga: Senin Pagi, Kualitas Udara Jakarta Tidak Sehat
Sementara itu, Rasio menekankan bahwa pihaknya akan terus berkomitmen dan konsisten meningkatkan kualitas udara di wilayah Jabodetabek dengan berbagai langkah termasuk melakukan penegakan hukum tegas.
“Saya sudah perintahkan kepada pengawas, apabila terjadi pelanggaran oleh kegiatan atau usaha dan berpotensi menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup khususnya kualitas udara maka lakukan langkah-langkah penghentian kegiatan tersebut,” kata Rasio.
Rasio menegaskan bagi bagi perusahaan yang menjalankan kegiatan usaha dengan cara ilegal dan menimbulkan pencemaran udara, maka dapat dilakukan penegakan hukum tindak pidana, yang memiliki ancaman hukuman penjara 12 tahun dan denda Rp12 miliar.
“Ancaman hukuman bagi para pencemar lingkungan khususnya pencemaran udara ini yaitu pidana penjara 12 tahun dan denda Rp12 miliar sesuai undang-undang 32 tahun 2009 tentang perlindungan pengelolaan hidup. Korporasi juga akan dikenakan pidana tambahan berupa perampasan keuntungan dan pertanggungjawaban lingkungan,” tegasnya. (H-2)