Sumber Insentif Bagi PPDS Mesti Jelas
PENGURUS Ikatan Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) dr Iqbal Mochtar menekankan sumber dana untuk insentif bagi para dokter peserta program pendidikan dokter spesialis (PPDS) harus jelas. Sebab, salah satu alasan pemicu perundungan yang diterima peserta PPDS antara lain diminta membiayai kebutuhan lansia.
Iqbal menjelaskan komitmen untuk memberi insentif pada dokter PPDS telah diatur dalam Pasal 31 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran. Pasal itu menyebutkan bahwa PPDS akan mendapat insentif dari pemerintah. Namun, imbuh dia, UU itu tidak dilaksanakan sampai sekarang sampai munculnya UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
“Jadi sebenarnya ada kelalaian dari pemerintah dalam memberikan insentif kepada PPDS yang menjalankan pekerjaan di rumah sakit-rumah sakit vertikal. Sekarang pemerintah mengalami kebingungan karena di satu sisi mereka telah membuat aturan bahwa PPDS akan dibayar,” kata Iqbal saat dihubungi, Jumat (23/8).
Baca juga: IDI: Ketiadaan Gaji hingga Jam Kerja Tinggi Picu Bullying PPDS
Iqbal menuturkan sebagian kalangan berharap bahwa dana insentif PPDS akan dibayarkan oleh rumah sakit. Tetapi menurutnya itu bisa menjadi masalah baru karena rumah sakit yang masih berjibaku dengan masalah pendanaan seperti keterlambatan pembayaran klaim dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
“Ini coba dibayangkan jika satu PPDS itu dibayar Rp5 juta dan ada seribu PPDS berarti dalam satu bulan harus dikeluarkan sekitar Rp5 miliar sehingga rumah sakit akan sulit mencari dana tersebut dalam sebulan. Apakah Kemenkes memiliki dana di sebanyak itu? Itu setiap bulan dan itu tentu saja susah,” ujar dia.
Iqbal menyebut ada jalan keluar yang bisa digunakan untuk pemberian insentif PPDS. Salah satunya, ucap dia, menggunakan dana Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP). Sebagian dana LPDP, terang Iqbal, dapat dialihkan untuk membayar PPDS. Ia juga tidak menampik opsi ini memiliki risiko. Risikonya ialah alokasi LPDP akan berkurang.
“Ini dilema, terjadi saling menunjuk kira-kira institusi mana yang akan membayar. Masih belum jelas sampai saat ini. Apakah nanti akan membayar itu adalah pemerintah lewat Kemenkes atau rumah sakit, atau akan diambil dari program lain seperti program LPDP,” pungkasnya. ( H-3)