Indonesia Harus Progresif Tentukan Goal Perubahan Iklim
INDONESIA harus mengambil peran besar dalam perang menghadapi perubahan iklim. Pendiri dan Ketua International Coverage Group of Indonesia (FPCI) Dino Patti Djalal menyebut salah satunya Indonesia harus lebih progresif dari sebagian besar negara di dunia dalam menentukan goal terkait perubahan iklim.
“Dua consistent with tiga dari emisi dunia itu datang dari segelintir kecil negara-negara dunia. Tiongkok, US, India, EU27, Rusia, Brazil, Jepang, dan Indonesia. Kalau Indonesia bisa mencapai nol bersih (emisi)kita bukan hanya menginspirasi dunia tapi kita juga bisa menjadi bagian dari solusi perubahan iklim yang benar-benar merupakan tantangan sejarah,” papar Dino saat membuka Indonesia Internet-0 Summit (INZS) 2024 di Djakarta Theatre, Sabtu (24/8).
Saat ini, kata Dino, 110 negara di dunia telah berkomitmen terhadap goal internet 0 pada 2050. Sementara goal Indonesia masih pada 2060 atau lebih awal. “FPCI mengharapkan pemerintah bisa memajukan goal tersebut,” katanya.
Baca juga: Paling Terdampak Perubahan Iklim, Generasi Muda Perlu Ambil Tindakan
Pada INZS 2024, tema yang diambil adalah S.O.S. Neraka Bocor: Local weather Avengers Bring together! Tujuannya untuk menyerukan darurat kondisi Bumi yang suhunya semakin melewati titik kritis 1,5 derajat Celsius.
Dino mengungkapkan kadar karbon dioksida di udara sudah mencapai 400 portions consistent with million dan bisa terus naik sampai 600 portions consistent with million. “Kalau sudah naik ke 600, dunia akan gosong,” ujarnya.
Ia juga menekankan kuota karbon dunia yang semakin menipis. Untuk menjaga kenaikan suhu 1,5 derajat Celcius sesuai Perjanjian Paris, batas kuota karbon dunia adalah 750 miliar karbon.
Baca juga: Gawat, Bumi semakin Panas
“500 sudah habis, tinggal 250 miliar lagi. Ratenya setiap tahun menurut Invoice Gates itu 50 miliar carbon finances kita habiskan setiap tahun. Jadi dalam waktu dekat anggaran karbon kita sebelum tahun 2030 sudah habis untuk menjaga dunia di 1,5 derajat Celcius,” kata Dino.
Ia menyampaikan bahwa perang melawan perubahan iklim harus dilakukan bersama. Pasalnya perubahan iklim menyerang semua bangsa tanpa diskriminasi. Kenaikan 1 derajat suhu udara dunia akan berdampak pada ekosistem semua bangsa diseluruh dunia.
“Kalau Tiongkok, Amerika, Inggris, atau Jepang mau menolong dirinya sendiri, mereka tidak bisa, kecuali mereka juga menolong bangsa-bangsa lain untuk keluar dari tantangan perubahan iklim,” tutur Dino.
Baca juga: Bahaya, Suhu Rata-Rata Global Naik Lampaui Batas
Selain itu, semua pelaku emisi saling terkait. Upaya yang dilakukan untuk memerangi perubahan iklim akan terasa sia-sia jika sebagian pihak lain tidak ikut serta.
“Kalau saya menyatakan tidak mau naik mobil lagi, saya akan naik sepeda ke kantor setiap hari dan mematikan lampu di rumah 90%, dan lain sebagainya. Saya bisa menghemat 1 ton emisi,” Dino mencontohkan.
“Tapi consistent with 1 ton emisi yang saya simpan, (misalnya) di Amerika ada Bob naik SUV besar atau ada Eduardo di Brazil yang menebang pohon, emisi yang saya save 1 ton itu akan hilang dimakan oleh mereka. Dengan kata lain kita semua menjadi pelaku emisi. Maka solusinya harus sama karena semua emisi yang kamu keluarkan itu masuk ke dalam satu kalkulator world emisi dunia,” pungkasnya. (H-2)