Kenalkan Tenun Lewat Recreation Cotton Fit dan Pameran Foto Karya Anak Bangsa
INDONESIA kaya akan warisan tenun tradisional, khususnya di wilayah-wilayah seperti Kajang, Sulawesi Selatan, dan Bayan, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat (NTB). Namun, ancaman serius sedang mengintai pelestarian budaya ini, terutama minimnya regenerasi di kalangan penenun muda.
Teknologi fashionable dan perubahan zaman membuat para penenun yang masih aktif kebanyakan adalah generasi tua, sementara minat dari generasi muda semakin berkurang.
Menanggapi hal ini, Terasmitra (TM), sebuah organisasi yang fokus pada kewirausahaan sosial dan pelestarian lingkungan, bekerjasama dengan Lawe Indonesia untuk menciptakan program Weaving for Existence (WFL). Program ini bertujuan melestarikan tenun tradisional Indonesia melalui berbagai inisiatif, salah satunya dengan melibatkan generasi muda.
Baca juga: 7 September Hari Tenun Nasional, Yuk, Mengenal Lebih Dekat Ragam Tenun Nusantara dan Tantangannya
Melalui kerjasama dengan Pannafoto Institute dan dukungan dari International Setting Facility (GEF) – Small Grant Programme (SGP), program ini mengajak generasi muda dalam sebuah gerakan bernama Weaving Recommend. Gerakan ini berupaya menjembatani budaya tradisional dengan fashionable tanpa kehilangan nilai-nilai asli tenun.
Salah satu inisiatif menarik dari gerakan ini adalah penggunaan media fotografi dan movie sebagai alat untuk mendokumentasikan dan menyebarkan warisan tenun.
Pameran Foto: “Tenun dari Balik Lensa Orang Muda”
Dalam rangka memperingati Hari Tenun, digelar pameran foto bertajuk “Tenun dari Balik Lensa Orang Muda” di Institut Français d’Indonésie, Jakarta. Foto-foto yang dipamerkan merupakan hasil karya para peserta muda dari NTB dan Kajang, Sulawesi Selatan, yang sebelumnya telah mendapat pelatihan fotografi dalam program Weaving for Existence.
Baca juga: Sony Hentikan Game Concord Setelah 11 Hari, Pemain Dapat Pengembalian Dana Penuh
Amelia Rina Novi De Ornay, perwakilan dari Terasmitra, menyampaikan general 30 peserta terlibat dalam proses ini, di mana 9 peserta berasal dari NTB dan 7 dari Sulawesi Selatan.
“Setiap batch program ini melibatkan 10 peserta. Mereka mendapatkan materi secara on-line melalui Zoom, kemudian melakukan pemotretan dan wawancara narasumber terkait tenun. Setelah itu, kami memilih 10-15 foto terbaik untuk dipamerkan,” ujar Amelia.
Foto-foto yang dipamerkan bertujuan untuk menceritakan kisah di balik proses menenun dan kehidupan penenun di daerah-daerah tersebut. Selain foto, pameran ini juga menampilkan movie dokumenter Bife Atenus yang menggambarkan kehidupan penenun di Biboki, Timur Tengah Utara, NTT.
Baca juga: Ini Fitur Unggulan Tablet Sejutaan Terbaru 2024, Bisa Push Rank Tanpa Nge-Hang
Korek Api Katun: Permainan Edukasi Tenun
Selain pameran foto, TM bersama Wisageni Studio mengembangkan recreation Cotton Fit, sebuah permainan yang bertujuan memperkenalkan tenun kepada generasi muda dengan cara yang interaktif dan menyenangkan. Tiffany dari Wisageni Studio menjelaskan bahwa recreation ini dapat diunduh di Google Play dan dirancang khusus untuk menarik perhatian perempuan.
“Kami ingin orang-orang mengenal tenun dengan cara yang tidak terlalu formal. Dalam recreation ini, pemain membantu karakter bernama Emi untuk menghidupkan kembali butik tenun keluarganya. Pemain harus mencocokkan benang dengan warna yang sama, dan setiap degree memberikan informasi tentang berbagai jenis tenun,” jelas Tiffany.
Selain sebagai sarana edukasi, Cotton Fit juga akan terus dikembangkan dengan berbagai degree baru dan konten tambahan mengenai tenun tradisional. Wisageni Studio juga berencana mengadakan kompetisi dalam recreation ini, di mana pemain dengan skor tertinggi akan mendapatkan hadiah menarik.
Pameran dan peluncuran recreation ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran akan pentingnya melestarikan tenun tradisional Indonesia, sekaligus menginspirasi generasi muda untuk terlibat lebih aktif dalam pelestarian budaya. (Z-3)