Pilkada Ulang Bakal Ganggu Makna Keserentakan
PEMILIHAN Kepala Daerah (Pilkada) 2024 bakal diulang tahun depan. Namun, hal tersebut hanya akan terjadi pada daerah yang diikuti satu pasangan calon kepala daerah. Itu pun jika calon tunggal gagal meraup suara 50% plus satu alias kalah melawan kolom kotak kosong.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menyepakati pilkada ulang bagi daerah yang dimenangi kotak kosong akan digelar pada 2025. Kendati demikian, penyelenggaraan pilkada ulang masih menyisakan tanda tanya ihwal masa jabatan kepala daerah yang baru terpilih pada 2025.
Pasalnya, kepala daerah yang memenangi kontestasi Pilkada 2024 pada November mendatang akan menjabat selama 5 tahun. Pilkada 2024 juga merupakan penyelenggaraan pemilihan serentak senasional untuk pertama kalinya. Kontestasi berikutnya akan dilaksanakan pada 2029.
Baca juga: Ketua Komisi II Dorong Pilkada Ulang Maksimal Setahun bila Kotak Kosong Menang
Ketua KPU RI Mochammad Afifuddin belum dapat memastikan apakah masa jabatan kepala daerah yang terpilih pada pilkada tahun depan akan mengikuti keserentakan dengan yang terpilih pada Pilkada 2024 atau tidak. Baginya, itu merupakan kewenangan pemerintah.
“Itu kewenangan pemerintah. Nanti pasti akan ada perkembangan pembahasan karena ini kan situasi yang tak terpikirkan. Kita carikan jalan keluar yang terbaik,” jelas Afifuddin di Maros, Sulawesi Selatan, Minggu (15/9).
Mantan komisioner KPU RI sekaligus Direktur Community for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Hadar Nafis Gumay yang dihubungi terpisah berpendapat bahwa pilkada ulang akan mengganggu makna keserentakan. Idealnya, masa jabatan kepala daerah dalam undang-undang yang berlaku saat ini adalah lima tahun.
Kendati demikian, ia menilai bahwa pilkada calon tunggal yang kalah lawan kotak kosong harus dikategorikan sebagai keadaan khusus atau pengecualian. Hadar mengatakan, butuh perubahan revisi Undang-Undang Pilakda untuk memaknakan keserentakan soal masa jabatan kepala daerah hasil pilkada ulang.
“Dibuat juga pengaturan tersediri pada daerah dengan kondisi terkait, masa jabatan berakhir sampai pilkada serempak berikutnya. Perlu dibuat perubahan undang-undang,” tandas Hadar. (P-5)