Peraturan Mendag Baru Buka Keran Ekspor Pasir Laut Dibuka

Peraturan Mendag Baru Buka Keran Ekspor Pasir Laut Dibuka


Peraturan Mendag Baru Buka Keran Ekspor Pasir Laut Dibuka
Presiden Jokowi memimpin rapat di Istana Garuda, IKN.(Biro Pers Sekretariat Presiden)

PEMERINTAHAN Presiden Joko Widodo atau Jokowi resmi membuka kembali keran ekspor pasir laut seluas-luasnya setelah 20 tahun dilarang, melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 20 Tahun 2024 yang diteken Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan.

Baca juga: Kemendag Beberkan Urgensi Penerbitan Permendag 18 Tahun 2024

Aturan ini dinilai semakin menambah daftar panjang kebijakan pemerintahan  yang jauh dari semangat pelindungan lingkungan.

Greenpeace Indonesia menolak keras keputusan itu karena merusak ekosistem laut dan pesisir, serta mengancam kehidupan nelayan serta masyarakat pesisir.

Baca juga: Terbitkan Permendag 16/2024, Mendag Tambah Syarat Impor Barang

“Sejak tahun lalu ketika Presiden Joko Widodo pada 15 Mei 2023 mengesahkan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 yang membolehkan pengisapan pasir laut ataupun sedimennya di luar wilayah pertambangan, sudah banyak kritik yang disampaikan oleh masyarakat, nelayan, akademisi hingga peneliti. Sudah kami prediksi dari awal bahwasanya rezim Jokowi tidak akan peduli dengan kritik dan tidak akan berpihak pada lingkungan,” kata Afdillah, Selasa (17/9).

Baca juga: Kemenperin: 11 Ribu Buruh Tekstil Kena PHK akibat Aturan Kemendag

Keputusan membuka kembali ekspor pasir laut diteken oleh Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas) lewat dua peraturan, yakni Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 20 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Permendag Nomor 22 Tahun 2023 tentang Barang yang Dilarang untuk Diekspor; dan Permendag Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Permendag Nomor 23 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor.

Menurut Afdillah, Permendag tersebut memperlihatkan wujud asli Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 (PP 26/2023) tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. Pemerintah mengklaim PP 26/2023 dibuat untuk memulihkan ekosistem laut yang terdampak oleh sedimentasi.

Baca juga: Asosiasi Pengusaha Ritel Minta Pemerintah Berantas Impor Ilegal

“Padahal dari awal kami sudah curiga bahwasannya peraturan ini upaya tipu-tipu pemerintah untuk menyelubungi upaya mereka mengekspor pasir ke luar negeri,” kata dia.

Penambangan pasir laut dapat merusak ekosistem laut, ujarnya, menghancurkan habitat keanekaragaman hayati, serta memperparah abrasi pantai dan banjir rob. Hal ini terlihat dari kasus penambangan pasir di Kepulauan Spermonde, lepas pantai Makassar pada 2020, di mana kapal dredging asal Belanda, Queen of the Netherlands, melakukan pengerukan pasir laut yang merusak wilayah tangkapan nelayan.

“Pengerukan pasir laut berisiko merubah struktur dasar laut, yang akan mempengaruhi pola arus laut dan memperbesar gelombang,” paparnya.

Selain dampak lingkungan, penambangan pasir laut disebut mengancam keberlanjutan ekonomi dan sosial masyarakat pesisir. PP 26/2023, ujar dia,  berpotensi memicu konflik antara masyarakat terdampak dengan perusahaan tambang, seperti yang terjadi dalam 24 aksi protes masyarakat terhadap aktivitas penambangan laut selama 10 tahun terakhir.

“Penambangan pasir dapat merusak wilayah tangkap nelayan, menurunkan produktivitas, dan dalam jangka panjang dapat menyebabkan kelangkaan pangan,” kata Afdillah.

Afdillah mengkritik PP 26/2023 sebagai bentuk greenwashing atau pembungkusan kebijakan yang merusak dengan label pemulihan lingkungan. Meskipun tujuannya diungkapkan sebagai pemulihan ekosistem laut, menurut ya sebagian besar isi regulasi justru lebih banyak mengatur mekanisme perizinan dan penambangan pasir dari pada pemulihan lingkungan.

“Sampai hari ini kita belum melihat bagaimana wujud upaya pemulihan lingkungan yang digadang-gadang sebagai tujuan utama dari peraturan tersebut, justru kita disuguhi oleh aturan-aturan yang malah melancarkan proses usaha ekspor pasirnya, bukan pemulihan lingkungannya,” jelasnya.

Afdillah menegaskan regulasi ini bukan solusi bagi pemulihan lingkungan, melainkan langkah mundur yang hanya menguntungkan segelintir elite dan berisiko memperburuk krisis ekologis serta ketidakadilan sosial. Pemerintah harus segera mencabut peraturan ini dan fokus melindungi lautan kita, serta berhenti mengeksploitasi lautan kita secara serampangan seperti yang terjadi selama ini.  (H-3)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *