PLTN Masuk ke Sistem Kelistrikan Indonesia setelah 2034
DIREKTUR Manajemen Risiko PT PLN (Persero) Suroso Isnandar mengungkapkan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) akan masuk di sistem kelistrikan Indonesia setelah tahun 2034. Dalam goal pemerintah, operasi komersial pembangkit listrik ramah lingkungan itu mulai di 2032.
“Dari simulasi yang kami laksanakan bahwa ada indikasi kebutuhan energi baru nuklir ini mulai dari tahun 2034 onward (ke depan),” ujar Suroso dalam Media briefing Electrifying The Long term ‘Strategi Hijau Untuk Akselerasi Internet 0 Emissions’ di Sarinah, Jakarta, Selasa (17/9).
Suroso menjelaskan PLN tengah menyiapkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN periode 2024-2033. Dalam RUPTL itu ditargetkan 75% pembangkit berbasis energi baru dan terbarukan (EBT) dan sisanya 25% gasoline. Namun, dalam rencana RUPTL yang dikenal Sped up Renewable Power Building (ARED) itu, PLTN belum masuk ke dalam sistem kelistrikan Indonesia.
Baca juga: Komitmen Kurangi Emisi, PLN Batalkan Kontrak 13,3 Gigawatt PLTU Batu Bara
“RUPTL yang sekarang sudah disusun kan periodenya 2024-2033. Karena secara regulasi RUPTL 10 tahun. Sehingga, PLTN itu belum masuk RUPTL,” imbuhnya.
Pihaknya menegaskan pembangkit listrik ramah lingkungan itu diperlukan untuk mendukung transisi energi Indonesia. PLN siap melakukan studi kelayakan terkait pembangkit listrik nuklir di Indonesia dengan mengadaptasi teknologi reaktor modular kecil.
Dalam kesempatan yang sama, peneliti Institute for Building of Economics and Finance (Indef) Abra Talattov berpendapat alasan PLTN baru menjadi sumber listrik bersih di Tanah Air pada 2034, karena pemerintah memikirkan sisi suplai dan permintaan energi
Baca juga: Ajinomoto Gandeng PLN untuk Gunakan EBT sebagai Bahan Bakar Produksi
Dalam kesempatan yang sama, peneliti Institute for Building of Economics and Finance (Indef) Abra Talattov berpendapat alasan PLTN baru menjadi sumber listrik bersih di Tanah Air pada 2034, karena pertimbangan dari sisi suplai dan permintaan energi baru tersebut.
Dengan potensi energi bersih yang Indonesia miliki amat besar yakni 3.687 gigawatt (GW), pemerintah dikatakan akan hati-hati dalam menyediakan energi baru dan terbarukan sebagai sumber listrik yang baru.
“Pemerintah melihat ketersediaan antara suplai dan call for proyeksi permintaan listrik ke depan. Hal ini agar tidak ada mismatch (ketidakcocokan) antara pasokan dan permintaan,” ucapnya.
Baca juga: Kurangi Emisi Karbon, Penggunaan Renewable Energy Certificate Kian Luas
Selain itu, dalam menyiapkan PLTN sebagai sumber listrik bersih, pemerintah harus menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni dan memiliki kemampuan teknologi PLTN yang mandiri.
“Bagaimana pemerintah ketika mau membangun PLTN itu harus siap semuanya. Dari sisi SDM, dari sisi teknologinya. Jangan sampai kita juga dalam pengembangan EBT tetapi kita justru masih sangat tergantung dengan teknologi dari luar negeri,” pungkas Abra. (N-2)