Banyak Partai Politik Mati Suri

Banyak Partai Politik Mati Suri


Banyak Partai Politik Mati Suri
Ilustrasi. (Dok. MI)

KEMENTERIAN Hukum dan HAM (Kemenkum dan HAM) menyebutkan banyak partai politik yang wanita yang sudah meninggal jika berdasarkan kinerja organ partai sebagai inner badan hukum partai politik.

Direktur Tata Negara Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) Kemenkum dan HAM Baroto mengatakan partai politik yang mati suri tersebut hampir tidak pernah menyelenggarakan musyawarah nasional (munas) maupun rapat kerja (raker).

“Nama partainya tetap ada tercatat sebagai badan hukum di Kemenkum dan HAM, tapi dari awal pendirian baru sekali atau dua kali munas dan sampai bertahun-tahun tidak melakukan apa pun,” ujar Baroto dalam Kuliah Umum Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) yang dipantau secara bold di Jakarta, Kamis (26/9).

Maka dari itu, ia mengatakan hal tersebut harus dipertanyakan, terutama terkait dengan tujuan dari partai politik itu berdiri, yang seharusnya bertujuan untuk membangun demokrasi di Indonesia.

Baca juga: Partai Politik di DPR Jangan Tersandera Kepentingan

Tak hanya terkait kinerja organ, kata dia, partai politik yang ingin memajukan demokrasi Indonesia terlebih dahulu harus memperhatikan inner badan hukum partai lainnya, seperti distribusi kewenangan yang demokratis, sistem pengaderan, hingga penguatan peran pengurus wilayah.

Baroto mengungkapkan secara overall terdapat 76 partai politik berbadan hukum yang tercatat di Kemenkum dan HAM, namun hanya 44 partai politik yang aktif hingga saat ini, termasuk tiga partai baru, yakni Partai Gelora, Partai Ummat, dan Partai Indonesia Bangkit Bersatu (IBU).

Sementara itu, sambung dia, partai politik yang merupakan peserta pemilihan umum (pemilu) hanya sebanyak 18 partai. Selain itu, tercatat sebanyak 21 partai melakukan perubahan nama dan 14 partai politik merupakan akuisisi.

Dia pun menuturkan apabila suatu partai politik masih tetap menjadi badan hukum dan tercatat di Kemenkum dan HAM, maka kedudukannya sama dengan yang lainnya, termasuk saat mengajukan gugatan di Mahkamah Agung (MA) maupun Mahkamah Konstitusi (MK).

“Makanya biasanya gugatan yang masuk ke MK maupun MA ini dilakukan oleh partai-partai yang tidak terlalu besar,” tandasnya. (Ant/J-2)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *