Open Society Convention 2024 UT, Ulas Tantangan Hadapi AI
KONFERENSI tahunan Open Society Open atau OSC kembali diselenggarakan Fakultas Hukum, Ilmu Sosial, dan Ilmu Politik (FHISIP) Universitas Terbuka (UT). Konferensi tersebut telah diselenggarakan sebanyak lima kali, mulai dari konferensi nasional dan kemudian meningkat skalanya menjadi konferensi internasional.
Tahun ini, FHISIP UT berkolaborasi dengan Universitas Jember, Universitas Negeri Semarang (UNNES), dan Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta (UPN VJ) dalam menyelenggarakan OSC.
OSC yang keenam ini diselenggarakan secara hybrid di Universitas Terbuka Conference Heart (UTCC), Tangerang Selatan, Banten, melalui Zoom Assembly, dan are living streaming di Youtube UT-TV.
Baca juga: UT Kembangkan Teknologi AI untuk Pengembangan Pembelajaran
Mengusung tema, “Dealing with Resilient Long run Thru Sustainability and Innovation: Multidisciplinary Views”, Dekan FHISIP UT, Meita Istianda, mengutarakan konferensi internasional ini diharapkan dapat memberikan wawasan serta kontribusi nyata bagi masyarakat. Khususnya dalam menghadapi tantangan masa depan, dalam mewujudkan inovasi yang berkelanjutan berbasis perspektif multidisiplin.
“Konferensi ini menjadi wadah bagi para akademisi dan mahasiswa UT untuk menyebarluaskan penelitiannya. Tidak hanya itu, pada konferensi ini juga mengundang pembicara dari akademisi maupun praktisi profesional untuk berbagi dan bertukar pengetahuan khususnya pada bidang keilmuan terkait,” ungkap Meita Istianda.
Tantangan AI
Baca juga: Feedloop AI – Telkom University Bersinergi untuk Kemajuan Pendidikan dan AI
Dalam kesempatan itu, Meita Istianda mengutarakan tantangan masa depan dengan kemajuan teknologi dengan keberadaan kecerdasan buatan atau Kecerdasan Buatan (AI).
Katanya, AI selain menjadi peralatan yang dapat mempermudah berbagai kegiatan manusia, juga dapat dimanfaatkan secara negatif. Ia mencontohkan dalam proses ujian atau tugas-tugas yang diberikan oleh universitas atau program studi (prodi), kalangan mahasiswa ada yang terkadang memanfaatkan AI dengan tidak bertanggung jawab.
“Misalnya dia mengerjakan tugas menggunakan ChatGTP tanpa diolah kembali, tanpa dikaitkan dengan konsep atau teori yang seharusnya. Itu menjadi keterampilan dia atau talent dia kadang-kadang mentah,” ungkap Meita.
Baca juga: Teknologi AI Ikut Berperan dalam Kegiatan Pembelajaran
Juga dalam pembuatan artikel bagi mahasiswa yang diwajibkan untuk membuat karya ilmiah.
“Nah, ini ada saja indikasi indikasi seperti itu, sehingga kita juga memerlukan edukasi untuk mahasiswa dalam penggunaan AI yang baik yang sesuai dengan ketentuan,” tukasnya.
Contoh lainnya, kata Meita, pada kampanye saat ini, kemungkinan terjadinya black marketing campaign atau kampanye negatif yang dihasilkan melalui AI juga besar.
Baca juga: UPI dan Unpad Bersama Yandex Bahas AI dan Lingkungan Digital Lebih Aman
“Jadi para akademisi atau para ilmuwan, jangan monodisiplin lagi, tetapi multi disiplin dengan mempelajari pattern pattern yang ada di masyarakat,” tuturnya.
Ketua Pelaksana OSC ke 6 UT, Yonarisman Muhammad Akbar, menambahkan tema OSC kali ini dipilih sesuai dengan kondisi dunia yang terus berubah dan dinamis.
“Bagaimana cara kita menghadapi AI kedepannya dengan ketidakpastian yang terus berlanjut di setiap zaman. Bagaimana lima tahun atau 10 tahun kedepannya? Apa yang akan terjadi maka kita mesti hadapi dengan kesiapan resiliensi yang mesti dihadapi,” tuturnya.
OSC ke 6 UT dihadiri para narasumber antara lain, Aruminingsih, dari BAPPENAS RI, Prof. Valerii Leonidovich Muzykant selaku Division of Mass Verbal exchange of RUDN College Rusia, Prof. Daryono, dari Universitas Terbuka dan Ainun Najib selaku Information & AI Profesional sebagai Keynote Speaker. (Z-9)