Berdampak Negatif pada Lingkungan, Remaja Putri Didorong Ganti Pembalut Sekali dengan Pembalut Kain
PEMBUNGKUS menjadi kawan setia bagi banyak perempuan ketika mengalami menstruasi. Sebagian besar pembalut yang digunakan dan dijual bebas adalah perban sekali pakai. Ternyata, pembalut sekali pakai meninggalkan sampah yang sulit diurai di alam bebas.
Oleh karena itu, Universitas Katolik Indonesia (Unika) Atma Jaya menyelenggarakan program edukasi bertajuk “Save The Earth, Save The Ladies Replica” untuk remaja perempuan di SMPN 286 dan Kampung Muka. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran akan risiko penggunaan pembalut sekali pakai dan dampaknya terhadap lingkungan.
Seminar ini menghadirkan tiga pembicara utama, yaitu Dr. Benedicta Evienia P, SE., MM, dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), Dr. Murniati Agustian, S.Pd., M.Pd, dosen Fakultas Pendidikan dan Bahasa (FPB), dan Penny Handayani, S.Psi., M.Psi, Psikolog. Dosen Fakultas Psikologi.
Baca juga: Ini Manfaat dan Cara Jaga Kebersihan Organ Kewanitaan saat Mentruasi
“Kegiatan ini merupakan upaya sosialisasi kepada remaja perempuan untuk lebih sadar akan risiko kesehatan dari penggunaan pembalut sekali pakai dalam jangka panjang,” jelas Dr. Benedicta Evienia Prabawanti, SE., MM, sebagai ketua penyelenggara.
Paparan yang disampaikan menyampaikan materi terkait pendidikan seks bagi remaja perempuan, pengenalan alat reproduksi wanita, dan juga mengajarkan cara mengelola keuangan bagi remaja.
Dalam seminar tersebut, dibahas mengenai dampak lingkungan dari sampah pembalut sekali pakai serta alternatif penggunaan perban kain yang lebih ramah lingkungan.
Baca juga: Ini Lho Tips Memilih Pembalut dan Cara Memakainya
Selain menjaga lingkungan, penggunaan pembalut kain juga dinilai dapat membuka peluang ekonomi bagi perempuan yang membuatnya, sehingga turut mendukung perekonomian rumah tangga.
Kegiatan yang berlangsung di SMPN 286 Jakarta ini bertujuan untuk memperkaya pemahaman remaja perempuan tentang kesehatan reproduksi serta dampak negatif pembalut sekali pakai, baik bagi lingkungan maupun kesehatan. Para peserta didorong untuk mempertimbangkan pembalut kain sebagai alternatif yang tidak hanya ramah lingkungan, tetapi juga lebih aman bagi kesehatan reproduksi.
Antusiasme peserta terlihat tinggi, dengan banyak dari mereka yang menunjukkan ketertarikan terhadap penggunaan pembalut kain. Mereka juga melihat potensi bisnis dari produksi pembalut kain, yang selain mengurangi sampah, juga dapat menjadi peluang usaha.
Salah satu peserta, Najma siswi SMPN 286, menyatakan, “Seminar ini sangat bermanfaat, dan saya juga bersedia untuk mencoba menggunakan pembalut kain dibandingkan pembalut sekali pakai.”
Pesan utama yang ingin disampaikan dalam kegiatan ini adalah bahwa dengan beralih ke pembalut kain, perempuan dapat turut berkontribusi dalam mengurangi sampah serta menjaga kesehatan reproduksi mereka. (H-2)