Wakil Tuhan Tuntut Perhatian
MANTAN Hakim Agung Gayus Lumbun menilai aksi solidaritas cuti bersama hakim se-Indonesia yang digelar selama 5 hari kerja sejak 7-11 Oktober 2024 merupakan sesuatu yang wajar. Para wakil tuhan menuntut meningkatkan kesejahteraan gaji dan tunjangan.
“Aksi cuti yang dilakukan para hakim ini adalah salah satu bentuk dari unjuk rasa terbuka atau suatu protes yang positif. Aksi yang ini juga dilakukan dengan sopan santun, karena memang kenyataannya kesejahteraan para hakim di Indonesia masih terabaikan,” jelasnya kepada Media Indonesia di Jakarta pada Senin (7/10).
Gayus menegaskan pemerintah seharusnya bisa memahami para hakim sebagai bagian dari Aparatur Sipil Negara (ASN) yang memiliki beban tugas berat baik secara moril dan teknis. Menurutnya, kerja-kerja kehakiman yang harus memutuskan perkara setiap hari memiliki tanggung jawab besar sehingga hal itu harus diiringi dengan kesejahteraan yang memadai agar hakim tak tersandung kasus suap dan sebagainya.
Baca juga: Pengadilan Tipikor Masih Gelar Sidang di Tengah Aksi Mogok Hakim
“Bahwa tugas hakim sangat berat karena harus memutuskan perkara-perkara setiap hari. Peran hakim juga sangat penting dalam penegakan hukum terutama bagaimana memutuskan perkara-perkara hukuman pidana seumur hidup atau hukuman mati, beban kerja hakim secara moril sangat berat,” ujarnya.
Lebih lanjut, Gayus menekankan bahwa sistem pengupahan para hakim di Indonesia tak pernah mengalami kenaikan selama 12 tahun, belum lagi fasilitas para hakim yang seadanya bahkan ada kendaraan operasional yang sejak 2005 tidak pernah diganti dan masih digunakan sebagai kendaraan dinas. Hal itu masih mengacu pada Peraturan Pemerintah (PPA) Nomor 94 Tahun 2012, ia berharap pemerintah segera merevisi PP tersebut.
“Dasar penggajian para halim masih berdasarkan PP No.94 tahun 2012, ketika tahun itu saya masih menjadi hakim di Mahkamah Agung. Saat itu sudah ada gerakan Hakim Muda Reformis yang menuntut kenaikan upah, saat itu untuk hakim muda atau pemula digaji sekitar Rp 2 juta lalu lewat PP akhirnya dinaikkan menjadi Rp 4-5 juta, tapi sudah 12 tahun berjalan ternyata tidak ada kenaikan,” imbuhnya.
Gayus berharap pemerintah bisa mendengarkan aspirasi dari para hakim demi menegakkan sistem peradilan yang semakin baik. Dikatakan bahwa aksi menuntut kesejahteraan ini telah dilakukan beberapa kali oleh para hakim.
“Jadi tugas hakim itu perlu mendapat perhatian yang khusus dengan jaminan yang lebih baik. Tentu tuntutan kenaikan kesejahteraan ini sudah dilakukan hakim berkali-kali, saya berharap kali ini suara mereka didengar oleh DPR dan pemerintah,” tandasnya. (Dev/I-2)