Komite Solidaritas Profesi Minta Pemerintah Profesional
KEMENTERIAN Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) menghentikan sementara aktivitas Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) di RSUP Kandou Manado, Sulawesi Utara.
Hal itu lantaran diduga ada perundungan (bullying) dan pungutan liar (pungli), sehingga Kemenkes menghentikan sementara aktivitas di PPDS Penyakit Dalam FK Unsrat – RS Kandou. Merespons hal tersebut, Ketua Komite Solidaritas Profesi, M. Nasser mendesak agar pemerintah bertindak profesional dan bertindak sesuai jalur hukum tanpa melanggar kewenangan.
“Tidak bertindak sewenang-wenang, tidak melakukan hal-hal yang sebetulnya kelihatannya dalam kewenangan, dalam koridor kewenangan, tapi sebetulnya melanggar kewenangan,” ucap Nasser kepada awak media di Jakarta, (11/10).
Baca juga: Penghentian PPDS FK Unsrat di RSUP Kandou karena Bullying Tidak akan Lama
“Kita menginginkan pejabat publik itu jangan berbohong. Pejabat publik itu harus menjaga kata-katanya, jangan sampai melakukan pembohongan terhadap publik,” tambahnya.
Nasser menilai kasus di Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Dalam FK Unsrat memiliki benang merah yang sama dengan yang terjadi pada peserta program pendidikan dokter spesialis di Fakultas Kedokteran Dipenogoro.
“Kami melihat ada benang merah yang sama antara kasus yang terjadi pada peserta program pendidikan dokter spesialis di Fakultas kedokteran Dipenogoro yang di framing sebagai bunuh diri dan sebagai perundungan yang kemudian sampai saat ini tidak terbukti, itu diulangi lagi, dicoba diulangi lagi di Manado,” tegasnya.
Baca juga: Pascadugaan Perundungan, Kini Terjadi Perubahan Jam Praktik PPDS Undip
Nasser menyayangkan pemerintah malah menghukum institusi pendidikannya atau dalam hal ini PPDS Penyakit Dalam FK Unsrat – RS Kandou.
“Ya seharusnya Kementerian Kesehatan seharusnya melakukan sebuah proses yang adil dan beradab,” ujarnya.
“Adil itu artinya libatkan semua pihak bicara baik-baik bukan sekadar menggunakan sesuatu kewenangan yang seharusnya bukan kewenangan Kementerian Kesehatan,” tutur Nasser.
Baca juga: Eliminasi Malaria di Papua Sangat Berat
Nasser menegaskan bahwa pihak institusi tidak pernah diberi kesempatan untuk klarifikasi bahkan untuk berbicara sekalipun.
“Tidak pernah ada klarifikasi, tidak pernah diajak bicara. Tiba-tiba langsung dihukum harus keluar dari rumah sakit ini,” ucapnya.
Sementara itu, Ketua Dewan Pembina Komite Solidaritas Profesi, Djohansyah Marzuki, mengemukakan di dalam lingkup pendidikan ilmu kedokteran rujukannya adalah kaidah ilmiah.
Baca juga: Prudential-Kemenkes Pastikan Pemerataan Layanan melalui PRUPriority Hospitals
Djohansyah membeberkan institusi bisa ditutup bila program studi melanggar sistem dan standar operasional yang bertentangan dengan kaidah ilmiah.
“Kalau institusinya benar sesuai kaidah ilmiah maka institusi itu bukan pelanggar. Kalau itu dilakukan oleh orang dan bukan sistem maka orang yg bersangkutan yang diberi sanksi,” ujar Djohansyah.
Menurutnya, pendirian dan penutupan program studi merupakan wewenang dikbud dan kolegium.
“Kemenkes cuma ketempatan, menyetujui ketempatan. Tidak berhak menutup dan membuat prodi,” tandasnya. (Ykb/I-2)