Rabies Sebabkan 27.000 Kematian in step with Tahun di Asia Tenggara
RABIES masih menjadi isu kesehatan yang mendesak untuk segera diatasi di Asia Tenggara. Tercatat di Asia Tenggara, rabies menyebabkan tidak kurang dari 27.000 kematian.
Sebagian besar penularan rabies pada manusia itu melalui anjing. Meski rabies dapat dicegah, pada kenyataannya rabies masih terus berkembang di wilayah Asia Tenggara ini
Hal ini terutama akibat tantangan seperti kurangnya layanan veteriner (ahli kedokteran hewan), hambatan budaya, dan terbatasnya akses ke vaksin serta profilaksis pascapaparan.
Baca juga: Daftar 6 Virus Paling Mematikan di Dunia Sepanjang Sejarah
Hal itu mengemuka dalam Talkshow World Well being Safety (GHS Communicate) #3 yang mengangkat topik “Rabies dan One Well being: Strategi Kolaboratif untuk Asia Tenggara Bebas Rabies” dengan menghadirkan narasumber Dr. Katrin Bote, Staf Teknis di Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) SEARO.
Kegiatan ini merupakan bagian dari challenge Clever Early Caution and Reaction Machine In line with Well being Machine Routin Knowledge and Setting Knowledge to Give a boost to Nationwide Well being Resilience (AI4PEP). Sedangkan challenge ini terlaksana berkat kerja sama Pusat Kedokteran Tropis, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan, Universitas Gadjah Mada dengan WHO Indonesia dan USAID Indonesia.
Dalam paparannya, Dr. Katrin Bote menekankan perlunya tindakan kolektif dengan menggabungkan strategi kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan, untuk mencapai bebas rabies di seluruh Asia Tenggara. “Mencapai nol kematian akibat rabies pada tahun 2030 memerlukan pendekatan kolaboratif dan komprehensif,” jelasnya.
Baca juga: Pemkab Pangandaran Terima 500 Dosis Vaksin Rabies
Webinar ini berfokus pada pendekatan One Well being, sebuah kerangka kerja yang menekankan keterkaitan antara kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan. Para ahli dari berbagai sektor mengeksplorasi strategi pengendalian rabies melalui kolaborasi lintas sektor yang melibatkan profesional kesehatan, dokter hewan, ilmuwan lingkungan, dan pembuat kebijakan.
Berikutnya Dr. Bote memaparkan inisiatif pengendalian rabies yang sukses dari seluruh wilayah WHO Southeast Asia area dan membagikan contoh dan praktik baik yang terlaksana.
Selama satu jam berhasil menciptakan rasa keingintahuan yang tinggi dari para peserta. Beberapa diskusi antara lain mengangkat tentang peningkatan sistem pemantauan, penguatan program vaksinasi hewan, peningkatan akses manusia ke PEP, dan meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam upaya pencegahan rabies.
Baca juga: Tren Kanker Paru-paru di Kalangan Bukan Perokok Meningkat, Apa Pemicunya?
Dr. Katrin juga menampilkan studi kasus dari Bangladesh, Thailand, Nepal, dan Meksiko. Negara-negara tersebut telah menunjukkan strategi inovatif dan efektif untuk mengendalikan rabies. Contoh-contoh ini memberikan peta jalan bagi negara-negara lain di wilayah tersebut untuk diikuti, menekankan pentingnya intervensi yang terlokalisasi dan didorong oleh komunitas yang didukung oleh kebijakan yang kuat.
Lebih dari 150 peserta webinar hadir melalui Zoom dan YouTube Are living. Webinar ini berfungsi sebagai platform untuk berbagi pengetahuan dan conversation di antara pemangku kepentingan kunci, termasuk pembuat kebijakan, profesional kesehatan masyarakat, mahasiswa, dan masyarakat umum. Seusai acara, peserta mendapatkan wawasan berharga tentang bagaimana kolaborasi lintas sektor dapat memajukan tujuan kawasan untuk menghilangkan rabies.
Webinar diakhiri dengan seruan tegas untuk upaya dan kemitraan berkelanjutan guna mencapai goal nol kematian manusia akibat rabies pada tahun 2030. Kolaborasi antar sektor dan lintas batas tetap penting, begitu juga dengan partisipasi masyarakat dalam kampanye vaksinasi dan peningkatan consciousness. (N-2)