Energi Murah dan Mudah Jadi Parameter Utama Swasembada
PENGAMAT ekonomi energi dari Universitas Padjajaran (Unpad) Yayan Satyakti menuturkan indikator utama swasembada energi ialah akses energi yang murah dan mudah. Hal itu sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk menyediakan energi yang tak menyulitkan publik.
“Sehingga tujuan swasembada energi ini yaitu pemerintah mampu menyediakan pasokan energi secara mudah dan murah,” ujarnya kepada Media Indonesia, Senin (21/10).
Untuk menuju swasembada energi, sambungnya, pemerintah dituntut menyediakan beragam pasokan, harga energi akan semakin murah dan semua lapisan masyarakat bisa menikmati kebutuhan energi.
Di bidang transportasi, Yayan mendukung pengembangan biofuel atau bahan bakar nabati dan bioetanol untuk menggantikan bahan bakar fosil.
“Akan tetapi, kebijakan ini harus terjangkau atau terjangkau bagi masyarakat,” ucapnya.
Namun yang perlu diingat, lanjut Yayan, biaya energi yang semakin murah hanya bisa didapat dari inovasi teknologi pembangkit. Jika pemerintah atau pemangku kepentingan masih menggunakan jenis teknologi yang lama, bisa dipastikan biaya menghasilkan energi masih mahal.
“Teknologi pembangkit juga harus kompetitif, sehingga terjadi penghematan sumber daya masukan. Namun, ini semua membutuhkan investasi,” tegas Yayan.
Terpisah, Bahlil Lahadalia yang baru dilantik oleh Prabowo Subianto sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyampaikan swasembada atau kedaulatan energi menjadi fokus kerja Kabinet Merah Putih dalam lima tahun ke depan. Kementerian ESDM dinilainya sebagai garda terdepan dalam pencapaian kedaulatan energi.
“Harapan Bapak Presiden Prabowo dalam berbagai pidatonya di MPR itu mendorong kedaulatan energi. Kalau bicara tentang kedaulatan dan kemandirian energi, kementerian yang paling garda terdepan itu Kementerian ESDM,” ucapnya dalam keterangan resmi.
Bahlil mengungkapkan dalam 100 hari kepemimpinannya di Kementerian ESDM akan melakukan pembenahan terhadap izin yang masih tumpang tindih dan tidak cepat dalam mengeluarkan persetujuannya. Hal ini, katanya, kerap ditemukan pada perjanjian tingkat layanan atau perjanjian tingkat layanan (SLA) yang merupakan kontrak tertulis antara penyedia layanan dan pelanggan yang mendefinisikan tingkat layanan yang akan diberikan.
“Bayangkan kita mau eksplorasi saja, izinnya sekarang masih ada 129 hari kalau tidak salah. Sebenarnya izin ini sudah bagus, tapi kita SLA-nya yang kurang kecepatannya. Ini saya lagi cari akalnya,” jelasnya.
Pembenahan ini juga termasuk aturan di subsektor mineral dan batu bara (Minerba) yang kini masih tumpang tindih. Bahlil menyatakan akan melakukan perbaikan yang dapat menguntungkan pemerintah dan badan usaha.
“Di Minerba itu banyak aturan yang tumpang tindih. Kita akan melakukan perbaikan, supaya tidak menyandera pejabat, juga tidak menyiksa atau menghambat pengusaha untuk melakukan percepatan,” tegas Bahlil. (E-2)