Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah Berkomitmen untuk Terus Tingkatkan Mutu Satuan Pendidikan Lewat Transformasi
SEKRETARIS Direktorat Jenderal PAUD, Dikdas dan Dikmen, KemendikdasmenPraptono menegaskan bahwa upaya peningkatan mutu akan terus dilakukan oleh pihaknya. Dia meminta seluruh pihak untuk tetap komitmen untuk meningkatkan capaian hasil belajar anak-anak yang ditandai dengan peningkatan di tiga kompetensi basic yaitu literasi, numerasi dan karakter.
“InsyaAllah transformasi satuan pendidikan yang sudah kita jalankan selama ini akan terus kita kawal bersama-sama,” ungkapnya dalam Webinar Bincang Pendidikan bertajuk Kepemimpinan untuk Peningkatan Kualitas Layanan Pendidikan, Kamis (24/10).
Lebih lanjut, Praptono menambahkan bahwa saat ini Indonesia sudah memiliki rapor pendidikan baik di tingkat daerah dan satuan pendidikan. Menurutnya sangat penting untuk bisa memastikan bahwa para pendidik melakukan identifikasi dari rapor tersebut.
“Jadi rapor pendidikan diunduh dan dibaca serta dipelajari bersama-sama dengan guru, lalu diidentifikasi. Di sana akan memberikan informasi kepada para kepala sekolah dan guru bahwa kira-kira pada house mana satuan pendidikan perlu dilakukan perbaikan. Sudah ada tandanya yaitu merah dan kuning yang semestinya dapat menjadi fokus untuk perbaikan,” kata Praptono.
“Setelah mengidentifikasi, ajak guru, orangtua, dan bahkan anak-anak diajak untuk melakukan refleksi. Terhadap hal-hal yang belum optimum dapat dibuat perencanaan. Tentu jangan berhenti dalam tataran perencanaan, harus juga diimplementasikan rencana-rencana perbaikan yang sudah disiapkan,” lanjutnya.
Terkait dengan anggaran yang bisa dimanfaatkan, Praptono mengatakan bahwa Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang sudah ditopang dengan kebijakan relaksasi pemanfaatan.
Sehingga peran kepala sekolah di sini akan sangat penting, di mana tidak hanya melakukan tugas manajerial saja, melainkan kepala sekolah adalah seorang pemimpin pembelajaran.
“Menjadi drawback fixing bagi persoalan-persoalan pedagogik dan pembelajaran yang dihadapi oleh para guru kita. Sehingga saya mengimbau kepada para kepala sekolah untuk berbenah dan memperbaiki diri agar sekolah kita menjadi tempat yang nyaman dan menyenangkan buat anak-anak kita belajar,” kata Praptono.
“InsyaAllah kalau tempatnya asik dan menyenangkan, anak-anak akan bisa belajar secara optimum dan kalau belajarnya sudah optimum, generasi emas 2045 dapat tercapai. Kita mau Indonesia itu yang berkarakter profil pelajar Pancasila,” sambungnya.
Praptono menekankan bahwa kepala sekolah harus betul-betul mendorong terwujudnya ekosistem belajar di satuan pendidikan yang dipimpinnya. Bukan hanya anak-anak yang belajar, tapi juga guru-gurunya semangat mengajar.
Budaya evaluasi dan refleksi juga dikatakan perlu dimiliki oleh para guru sehingga apa yang dia lakukan di kelas pada hari itu dapat mengetahui tahu kondisi muridnya. Sehingga nantinya terjadi perubahan ke arah yang lebih baik karena evaluasi dan refleksi.
“Saya ingin sosok kepala sekolah bisa seperti itu bukannya petantang-petenteng dan menjadi sosok yang menakutkan. Sudah bukan zamannya lagi,” urai Praptono.
Termasuk para pengawas, lanjut dia, juga harus menjadi teman belajarnya para guru dan kepala sekolah. Pihaknya sendiri dikatakan sudah mentransformasi pengawas dari semula sosok yang hanya bersifat administratif dan mengumpulkan tagihan, lalu menakut-nakuti kepala sekolah dan guru, menjadi sosok yang dirindukan dan ditunggu-tunggu.
“Sehingga ketika tidak dikunjungi pengawas satu minggu saja sudah merindukan. Kalau itu sudah terwujud, kita bisa betul-betul merasakan adalah kolaborasi antara pengawas, kepala sekolah dan guru,” tuturnya.
Di tempat yang sama, Kepala SMPN Sawendi, Papua, Yulianingsih mengatakan bahwa dirinya sudah mempraktikkan budaya evaluasi dan refleksi yang telah disosialisasikan oleh Kemendikdasmen.
Dengan demikian, sebagai pemimpin di satuan pendidikan, dia memiliki visi misi yang sangat jelas baik itu untuk peserta didik maupun tenaga pendidik.
“Saya ingin sekolah itu berpusat pada peserta didik. Artinya pembelajaran itu berpusat pada peserta didik dan menghasilkan peserta didik sesuai dengan profil pelajar Pancasila. Berikutnya saya ingin guru-guru saya juga gemar melakukan refleksi baik itu refleksi dengan rekan sejawat maupun dengan peserta didik. Karena melalui refleksi itu bapak ibu guru di sekolah bisa mengetahui bagaimana kualitas pembelajaran mereka di kelas,” ujar Yulianingsih.
“Saya juga ingin guru-guru saya di sekolah juga gemar melakukan kolaborasi baik dengan rekan sejawat maupun rekan-rekan dari sekolah lain supaya mereka bisa berbagi dan menjadi guru yang kreatif serta inovatif,” lanjutnya.
Sementara itu, Pengawas Sekolah, Disdikpora Kota Denpasar, Bali, I Ketut Budiarsa menjelaskan bahwa pengalamannya dari mulai menjadi guru, kepala sekolah, sampai pengawas sekolah saat ini telah membuatnya memiliki kriteria yang perfect untuk mewujudkan sekolah yang menyenangkan bagi tenaga pendidikan maupun peserta didik.
“Sekolah itu dilihat dari gurunya. Selain murid yang belajar, tentu guru juga harus terus belajar. Oleh karena itu, kita berharap guru-guru membudayakan refleksi, gemar belajar dan berbagi antar guru kemudian menguatkan kolaborasi di satuan pendidikan, sehingga guru itu pusat belajarnya di satuan pendidikan,” tegas Budiarsa.
“Tentunya sekolah yang dicita-citakan adalah dengan adanya kepemimpinan yang berorientasi pada peningkatan pelayanan pendidikan. Jadi sesederhana itu untuk mewujudkan cita-cita sekolah perfect yang saya dampingi,” pungkasnya. (H-2)