Kode Etik Dokter dan Dampak Pelanggarannya dalam Dunia Medis
PROFESI dokter tidak hanya memerlukan keterampilan medis yang baik, juga integritas dan etika yang tinggi. Kode Etik kedokteran menjadi landasan ethical dan profesional bagi para dokter dalam menjalankan tugas mereka.
Kode etik mengatur bagaimana seorang dokter harus berperilaku kepada pasien, rekan sejawat, dan masyarakat. Apa saja isi dari kode etik kedokteran dan apa konsekuensinya jika dilanggar?
Pentingnya Kode Etik dalam Profesi Kedokteran
Kode etik kedokteran adalah rangkaian prinsip yang menekankan pada hak-hak pasien, integritas dalam praktik medis, serta tanggung jawab dokter terhadap kesehatan publik. Kode ini juga mencakup kewajiban dokter untuk menjaga kerahasiaan pasien dan memberikan layanan medis yang tidak diskriminatif. Salah satu sumber kode etik kedokteran internasional adalah dari International Scientific Affiliation (WMA), yang menjadi acuan bagi berbagai negara, termasuk Indonesia.
Di Indonesia, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dalam site resminya yaitu Majelis Kehormatan Etik Kedokteran juga mengeluarkan kode etik yang mengatur dengan tegas perilaku profesional dokter. Pelanggaran terhadap kode etik ini tidak hanya akan merusak reputasi profesi, tetapi juga berisiko membawa dampak hukum.
Isi Kode Etik Kedokteran
Beberapa poin penting dari kode etik kedokteran yang dirilis oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK IDI).
Kewajiban Umum
- Pasal 1: Setiap dokter wajib menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah dan atau janji dokter.
- Pasal 2: Seorang dokter wajib selalu melakukan pengambilan keputusan profesional secara independen, dan mempertahankan perilaku profesional dalam ukuran yang tertinggi.
- Pasal 3: Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.
- Pasal 4: Seorang dokter wajib menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri .
- Pasal 5: Tiap perbuatan atau nasihat dokter yang mungkin melemahkan daya tahan psikis, wajib memperoleh persetujuan pasien/ keluarganya dan hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien tersebut.
- Pasal 6: Setiap dokter wajib senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan atau menerapkan setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan terhadap hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat.
- Pasal 7: Seorang dokter waajib hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya.
- Pasal 8: Seorang dokter wajib, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan secara kompeten dengan kebebasan teknis dan ethical sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang (compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.
- Pasal 9: Seorang dokter wajib bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya pada saat menangani pasien diketahui memiliki kekurangan dalam karakter atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau penggelapan.
- Pasal 10: Seorang dokter wajib menghormati hak-hak- pasien, teman sejawatnya, dan tenaga kesehatan lainnya, serta wajib menjaga kepercayaan pasien.
Kewajiban Dokter Terhadap Pasien
- Pasal 14: Seorang dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan seluruh keilmuan dan keterampilan untuk kepentingan pasien, yang ketika ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, atas persetujuan pasien/ keluarganya, ia wajib merujuk pasien kepada dokter yang mempunyai keahlian untuk itu.
- Pasal 15: Setiap dokter wajib memberikan kesempatan pasiennya agar senantiasa dapat berinteraksi dengan keluarga dan penasihatnya, termasuk dalam beribadat dan atau penyelesaian masalah pribadi lainnya.
- Pasal 16: Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.
- Pasal 17: Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu wujud tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya.
Kewajiban Dokter Terhadap Teman Sejawat
- Pasal 18: Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan.
- Pasal 19: Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman sejawat, kecuali dengan persetujuan keduanya atau berdasarkan prosedur yang etis.
Kewajiban Dokter Terhadap Diri Sendiri
- Pasal 20: Setiap dokter wajib selalu memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan baik.
- Pasal 21: Setiap dokter wajib senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran/ kesehatan.
Hukum dan Sanksi bagi Pelanggar Kode Etik
Pelanggaran terhadap kode etik kedokteran yang telah diatur oleh MKEK IDI Pusat. Berikut ada tahapan kategori berat hingga ringan dalam pemberian sanksi.
Kategori Berat Ringan Kesalahan akan didasarkan atas kriteria ini:
- Akibat terhadap keselamatan pasien,
- Akibat terhadap kehormatan profesi,
- Akibat terhadap kepentingan umum,
- Itikad baik teradu dalam turut menyelesaikan kasus,
- Motivasi yang mendasari timbulnya kasus,
- Situasi lingkungan yang mempengaruhi timbulnya kasus
- Pandangan Biro Hukum, Pembinaan & Pembelaan Anggota (BHP2A)
Kategori sanksi ini didasarkan juga pada undang-undang Pasal 29 ayat :
- Kategori 1, bersifat murni Pembinaan
- Kategori 2, bersifat Penginsafan tanpa pemberhentian keanggotaan,
- Kategori 3, bersifat Penginsafan dengan pemberhentian keanggotaan sementara,
- Kategori 4 bersifat pemberhentian keanggotaan tetap
Kategori sanksi ini didasarkan juga pada undang-undang Pasal 29 ayat 2:
- Pelanggaran etik ringan mendapatkan minimum satu jenis sanksi kategori 1
- Pelanggaran etik sedang mendapatkan satu jenis sanksi kategori 2 dan kategori 1
- Pelanggaran etik berat mendapatkan minimum satu jenis sanksi kategori 1, satu jenis kategori 2, dan satu jenis sanksi kategori 3
- Pelanggaran etik sangat berat mendapatkan sanksi kategori 4 berupa
- pemberhentian keanggotaan tetap
Contoh Pelanggaran dan Konsekuensinya
Pelanggaran terhadap kode etik medis sering kali berkaitan dengan pelanggaran kerahasiaan pasien atau tindakan medis yang tidak sesuai prosedur. Misalnya, kasus pengungkapan informasi kesehatan tanpa persetujuan pasien yang terjadi di beberapa negara telah berujung pada gugatan hukum. Pelanggaran seperti ini tidak hanya merusak hubungan antara dokter dan pasien, tetapi juga merusak kepercayaan masyarakat terhadap profesi dokter.
Selain mengatur tentang sanksi bagi pelanggar, regulasi hukum di Indonesia juga memberikan perlindungan bagi dokter yang telah menjalankan tugasnya sesuai dengan standar profesi. Pasien yang merasa dirugikan juga memiliki hak untuk mengajukan komplain melalui jalur hukum. Hal ini penting agar dokter dapat bekerja dengan aman dan pasien mendapatkan perlindungan atas hak-hak mereka.
Kode etik kedokteran adalah jantung dari praktik medis yang etis dan profesional. Tanpa mematuhi prinsip-prinsip ini, seorang dokter bisa menghadapi konsekuensi serius baik dari sisi profesi maupun hukum. Oleh karena itu, pemahaman mendalam tentang kode etik serta penerapan yang konsisten adalah kunci untuk menjaga kepercayaan publik terhadap profesi ini. (Z-3)