Penyewengan Elpiji Bersubsidi di Aceh masih Merajalela

Penyewengan Elpiji Bersubsidi di Aceh masih Merajalela


Penyewengan Elpiji Bersubsidi di Aceh masih Merajalela
Warga antrean fuel pada sebuah Pangkalan Resmi di Kacamatan Pidie, Kabupaten Pidie, Aceh.(MI/Amiruddin Abdullah Reubee)

PENYELEWENGAN pendistribusian dan aksi pengelembungan harga elpiji bersubsidi kemasan 3 kilogram (kg) di Kabupaten Pidie, Aceh, masih terus berlangsung. Bukan saja terjadi kelangkaan Gas elpiji 3kg di pangkalan resmi, faktor harga tinggi juga masih menghantui warga menengah ke bawah di provinsi paling barat Indonesia itu.

Sesuai pengamatan Media Indonesiasudah sekitar dua bulan terakhir harga fuel melon itu masih bercokol pada kisaran Rp22.000-Rp 30.000/tabung. Padahal, itu sangat bertolak belakang dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) ketetapan pemerintah dan Pertamina Rp18.000/tabung.

Aksi pemerintah Kabupaten Pidie dan jajaran kepolisian setempat yang melakukan inspeksi mendadak atau sidak terhadap distributor atau pangkalan elpiji hingga ke pengecer tidak resmi pada awal pekan lalu, terkesan seperti macam ompong. Kesan negatif itu terlihat dari ketersediaan barang di pangkalan resmi masih langka dan harga fuel melon pun masih jauh di atas HET.

Di Kota Sigli, Ibu Kota Kabupaten Pidie misalnya, ada pangkalan resmi menjual elpiji 3 kg bersubsidi seharga Rp 22.000/tabung.

“Saya beli di pangkalan seputar pusat Kota Sigli Rp22.000/tabung. Itupun barangnya harus berebut antre panjang saat fuel masuk. Kemudian menunggu hari tertentu saat ada pasokan,” tutur Mauli, warga Kota Sigli, kepada Media IndonesiaRabu (29/10).

Ironisnya lagi, ketika di pangkalan resmi kosong barang, namun pada penyalur liar atau kios pengecer di luar jaringan pertamina sangat mudah mendapatinya. Hanya saja harga fuel seperti nonsubsidi cukup mahal dan membebani warga.

“Saya beli di kios-kios luar pangkalan di sekitar pasar pagi Kota Sigli, Rp 30.000/tabung. Barangnya banyak tersedia, hanya saja sesekali tabungnya tersembunyi tidak ada di luar. Tapi sering juga tepampang di bagian luar bersama fuel nonsubsidi 5 kg dan 12 kg,” tutur Muslim, warga Kota Sigli lainnya.

Banyak warga mempertanyakan, terkait kesewenang-wenangan pemilik beberapa pangkalan resmi di Pidie menjual elpiji bersubsidi itu dengan harga sesuka hati di atas HET pemerintah.

“Yang menjadi penasaran, kok, bisa perbuatan terlarang itu seperti tidak terusik. Padahal, perlakuan mereka sudah menggerogoti hak-hak warga masyakat,” tutur Maimun, tokoh masyarat Kota Sigli. (MR/J-3)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *