Presiden Prabowo Perlu Fokus Naikkan Daya Saing Investasi Pemerintah

Presiden Prabowo Perlu Fokus Naikkan Daya Saing Investasi Pemerintah


Presiden Prabowo Perlu Fokus Naikkan Daya Saing Investasi Pemerintah
Ilustrasi (Dok Ist)

PRABOWO-Gibran selayaknya fokus pada upaya menjadikan Indonesia salah satu tujuan utama investasi di Asia Tenggara. Soalnya, dibanding negara-negara tetangga seperti Vietnam, posisi Indonesia masih kalah seksi di mata investor world.

“Jika kita bandingkan, Vietnam menjadi salah satu bintang dalam menarik Overseas Direct funding (FDI) dalam beberapa tahun terakhir,” ungkap pengamat hubungan internasional, Zenzia Ihza Sianica dilansir dari keterangan resmi, Sabtu (2/11).

Berdasarkan information 2023, Vietnam menerima aliran FDI sebesar USD27,72 miliar, sedangkan Indonesia hanya mengantongi USD22,31 miliar. Angka ini menunjukkan, meski Indonesia berada di jalur positif, Vietnam dan negara lain di Asean seperti Thailand dan Singapura lebih agresif dalam mereformasi kebijakan pro-investasi.

Namun Zenzia menekankan, pasar Indonesia menawarkan keuntungan dari segi populasi yang besar. “Jika kita lihat skala nasional, Indonesia memiliki lebih dari 270 juta penduduk, jauh di atas Vietnam yang hanya sekitar 100 juta,” jelasnya.

Hal ini membuat Indonesia unggul dari segi pasar. “Pasar konsumen di Indonesia sangat besar, tetapi tantangannya adalah daya beli yang masih belum merata. Ada hole antara city dan rural yang perlu diperbaiki untuk menarik lebih banyak investor,” kata Zenzia.

Zenzia menambakan, faktor kemudahan dalam mendirikan usaha juga menjadi salah satu kendala utama di Indonesia. Menurut information Ease of Doing Industry, Vietnam berada di peringkat yang lebih baik daripada Indonesia dalam hal kemudahan berusaha, yang mencakup aspek perizinan dan regulasi.

“Indonesia masih dihadapkan pada birokrasi yang kompleks dan izin usaha yang lambat. Ini berbeda dengan Vietnam yang lebih cepat dalam memberikan izin dan memiliki nilai investasi minimum yang lebih rendah untuk mendirikan bisnis,” ungkap Zenzia.

Salah satu masalah yang kerap diabaikan oleh pemerintah, menurut Zenzia, adalah penciptaan pekerjaan. “Pemerintah cenderung terlalu fokus pada pendapatan dari hasil bumi, pertambangan misalnya. Hasil bumi memang menguntungkan untuk negara, namun yang dibutuhkan rakyat adalah lapangan kerja yang bisa menopang hidup mereka sehari-hari. Ini yang harusnya jadi prioritas. Apalagi belakangan ada arus gerlombang PHK di berbagai sektor usaha,” jelasnya.

Zenzia mengutip Global Financial Outlook yang menyebut, dari 279,96 juta penduduk Indonesia, sekitar 5,2% di antaranya adalah pengangguran. Di bawah Indonesia ada Filipina dengan tingkat pengangguran 5,1%, Brunei Darussalam 4,9%, Malaysia 3,5%, Vietnam 2,1%, Singapura 1,9%, dan Thailand 1,1%.

Zenzia menyimpulkan, meskipun Indonesia memiliki potensi besar, terutama dari segi populasi dan sumber daya alam, negara ini perlu memperbaiki kebijakan investasi dan fokus pada penciptaan lapangan kerja.

“Jika tidak ada perbaikan dalam kemudahan bisnis dan reformasi struktural dalam tenaga kerja, Indonesia berisiko tertinggal dalam kompetisi investasi di Asean,” ujarnya.

Menurut Zenzia, ada beberapa faktor utama yang membuat Vietnam lebih menarik dibandingkan Indonesia. Vietnam punya sistem politik yang stabil, disertai pertumbuhan ekonomi yang cepat dan konsisten. Pasar Vietnam juga menunjukkan kinerja yang tinggi. “Vietnam punya keunggulan komparatif dalam hal biaya tenaga kerja yang rendah yang memungkinkan negara ini menjadi simpul manufaktur utama dalam rantai pasok world,” jelas Zenzia.

Selain itu, tenaga kerja muda dan terampil yang melimpah juga menjadi daya tarik bagi banyak investor. “Vietnam telah menetapkan undang-undang yang lebih jelas dan insentif investasi yang lebih menarik. Ini memberikan kepastian hukum yang lebih baik bagi para investor,” tutup Zenzia. (H-2)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *