Seorang Polisi Prancis didenda 1.000 Euro Karena Memaki Korban Pelecehan Seksual


Polisi mengamankan kawasan La Defense di Paris, Prancis, usai menembak mati pria yang mengancam petugas.  Foto: REUTERS/Charles Platiau
Polisi mengamankan kawasan L. a. Protection di Paris, Prancis, usai menembak mati pria yang mengancam petugas. Foto: REUTERS/Charles Platiau

Seorang perwira POLISI Dari Prancis disanksi denda 1.000 euro atau sekitar Rp 16 juta karena melecehkan seorang perempuan dengan menyebutnya pelacur. Padahal, perempuan itu baru saja melaporkan kasus kekerasan seksual yang baru saja ia alami.

Dilansir Afpkasus ini jadi sorotan publik di Prancis. Saat itu, si perempuan melaporkan peristiwa kekerasan seksual di sebuah kantor polisi di Paris pada Februari 2022. Ia menyebut, mendapat kekerasan seksual setelah minum-minum pada suatu malam.

Lalu, seorang perwira polisi tempatnya melapor meneleponnya. Ia diminta untuk kembali dan menyelesaikan berkas-berkas laporannya.

Si polisi ini mengira, teleponnya sudah ditutup. Lalu, ia mengatai perempuan itu dengan sebutan 'pelacur' dua kali, dan 'pelacur gemuk' sekali.

Aktivis Prancis ramai-ramai mengomentari pelecehan ini. Mereka menyebut, ini adalah cerminan bagaimana polisi Prancis menangani korban kekerasan seksual.

Bahkan, ada komentar dari Menteri Dalam Negeri Prancis Gerald Darmanin bahwa si polisi seharusnya dipecat.

Polisi Prancis ini disanksi dengan tudingan 'pelecehan non-publik berdasarkan gender'. Pengadilan Prancis sempat membebaskan si polisi dari tudingan ini pada Januari 2024.

Pada persidangan itu, si polisi meminta maaf dan ia sampai harus memohon kepada Darmanin agar tak dipecat. Si perempuan mengajukan banding, dan mendesak kepada otoritas pengadilan untuk meninjau ulang perilaku tak pantas dari perwira polisi ini.

Akhirnya, pada 30 Januari 2025, Pengadilan Paris memberikan perbandingan darinya. Mereka mendenda polis untuk membayarnya 1.000 euro.

Si polisi membela diri. Katanya, itu adalah ekspresi kekesalannya terkait prosedur yang tak beres.

Tapi, pengadilan memberikan alasannya.

"Itu tak terbantahkan. Kata untukmu (pelacur) diulangi beberapa kali, itu adalah makian yang ofensif. Karena saat itu, ia tengah berbicara dengan penggugat dan ditujukan ke penggugat karena gendernya," tulis putusan pengadilan.

Pengacara si perempuan, Arie Alimi, menyebut penting bahwa kasus ini diselesaikan dan berjalan terus.

"Ini untuk menyadarkan publik bahwa ada bias yang diterima korban kekerasan seksual dan perilaku polisi yang bias gender," Petani Kata.

Sementara pengacara polisi belum memberikan komentar terkait putusan banding pengadilan ini.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *