Ilmuwan Sastia Sayangkan Pemotongan Anggaran Riset: Heartbreak untuk Peneliti


Affiliate Profesor Universitas Osaka, Sastia Prama Putri, turut buka suara soal pemotongan anggaran riset di Indonesia yang justru terjadi saat kebutuhan investasi di bidang sains semakin mendesak.

Dalam podcast DipTalk bersama kumparanSastia menyebut keputusan ini sebagai pukulan telak bagi peneliti, baik di dalam maupun luar negeri.

“Alokasi anggaran riset kita itu kan idealnya 1 persen ya kalau enggak salah. Tapi ternyata di Indonesia sudah sangat berbeda. Harusnya naiknya jauh untuk bisa minimum menyelamatkan lah sama negara-negara berkembang lainnya, ini malah dipangkas,” tutur Sastia.

Sebetulnya ini patah hati untuk semua peneliti-peneliti di Indonesia, baik yang di dalam mau pun di luar negeri. Karena berarti tidak ada kesimpulan dari pemerintah loh, untuk benar-benar membangun bangsa yang berdikari dan maju,” lanjutnya.

Sastia pun membandingkan kondisi Indonesia dengan Jepang, negara yang mengalokasikan sebagian besar PDB-nya untuk riset.

Ia menyinggung betapa pentingnya dukungan pemerintah dalam membangun ekosistem riset yang kuat.

Menurutnya, investasi dalam riset, terutama di bidang STEM (sains, teknologi, teknik, dan matematika), adalah kunci bagi negara untuk mandiri dan maju.

“Riset dari pendidikan, tanpa itu Indonesia menurut saya mau beruntung untuk melompat ke tahap berikutnya dengan riset ini. Kalau dipangkas, saya kurang tahu prioritasnya negara ini gimana sekarang,” kata ilmuwan yang menemukan senyawa aktif dalam tempe yang dapat menurunkan kolesterol itu.

Sastia Prama Putri (kanan), ilmuwan Indonesia dan non-Jepang pertama penerima Ando Momofuku Award berpose dengan Mantan Perdana Menteri Jepang Junichiro Koizumi. Foto: ANTARA/HO-Sasti Prama.Putri
Sastia Prama Putri (kanan), ilmuwan Indonesia dan non-Jepang pertama penerima Ando Momofuku Award berpose dengan Mantan Perdana Menteri Jepang Junichiro Koizumi. Foto: ANTARA/HO-Sasti Prama.Putri

Baru-baru ini Sastia meraih Ando Momofuku Award atas risetnya.

Ia mengungkap inovasi tak terjadi dalam semalam, tapi melalui proses panjang yang membutuhkan investasi berkelanjutan.

“Karena itu kan pondasi untuk kita bisa akselerasi ekonomi kita, untuk kita sumber daya kita, untuk ganti akhir-akhir inovasi-inovasi. Itu kan enggak dibuat semalam, itu dibuat melalui proses. Kita enggak akan bisa jadi bangsa yang berdikari dan maju kalau kita enggak riset gitu,” tegasnya.

Sastia adalah satu dari sedikit ilmuwan perempuan yang mencapai posisi affiliate professor di Jepang.

Sebelum melompat ke dunia sains, itu adalah style di Indonesia.

Kini, ia berkarier di Universitas Osaka, kampus riset nomor satu di Jepang, dan terus berkontribusi dalam penelitian lintas negara, termasuk bersama ilmuwan Amerika Serikat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *