Bukan ke RI, China Lebih Pilih Relokasi 630 Pabrik Mebel ke Vietnam

Pengusaha mebel menyebutkan ada 630 perusahaan mebel yang direlokasi dari Cina itu Vietnam dalam dua dekade terakhir.
Ketua Umum Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Abdul Sobur mengatakan sejak kepemimpinan Donald Trump di Amerika Serikat (AS) pada periode pertama, perpindahan pabrik ini mengalami percepatan.
“Relokasi 630 perusahaan mebel dari China ke Vietnam memang terjadi secara bertahap dalam dua dekade terakhir, tetapi percepatan signifikan terjadi setelah perang dagang AS-China yang dimulai di technology Trump (yaitu) 2016-2020,” tutur Abdul kepada kumparanSabtu (8/3).
Menurut dia, ada lonjakan relokasi pabrik di China dalam waktu 8 tahun terakhir. Abdul kemudian membeberkan alasan China lebih memilih Vietnam daripada Indonesia, salah satunya dikarenakan Vietnam sudah memiliki fondasi industri yang dibangun sejak lama.
Namun hal yang paling penting adalah adanya perjanjian dagang atau Perjanjian Perdagangan Bebas (FTA) antara AS dengan Vietnam. Hal ini bisa membuat produk perusahaan China melenggang masuk ke pasar AS tanpa harus dikenakan tarif tinggi, seperti produk perusahaan China yang diproduksi di China.
Sementara, hingga saat ini Indonesia belum memiliki perjanjian dagang dengan AS. Sehingga, bea masuk yang dipatok untuk produk asal Vietnam dan Indonesia ke pasar AS akan berbeda.
“Faktor utama keberhasilan Vietnam (satu) FTA dengan AS, Vietnam punya keunggulan besar karena bagian dari CPTPP dan ASEAN Space Perdagangan Bebas, sehingga produknya masuk AS dengan tarif lebih rendah dibanding Indonesia,” jelas Abdul.
Kemudian, Abdul melihat Vietnam juga memiliki sederet kebijakan pemanis yang bisa memikat investor masuk, seperti insentif pajak dan kemudahan izin bagi investor asing, termasuk zona industri khusus.
Selain itu, menurut dia Vietnam memiliki ekosistem manufaktur yang terintegrasi. “Vietnam mengembangkan rantai pasok yang kuat dengan dukungan bahan baku, SDM, dan logistik yang kompetitif,” terangnya.
Meski Vietnam memiliki sederet kelebihan itu, Indonesia juga masih memiliki peluang untuk bisa mendapatkan pabrik relokasi dari China. Hanya saja, dengan beberapa langkah yang harus dilakukan.
“Mempercepat Perjanjian Dagang dengan AS. Kalau bisa negosiasi Generalized Device of Personal tastes atau GSP atau FTA, peluangnya akan lebih besar,” tuturnya.
Selain itu, Indonesia juga perlu meningkatkan insentif agar bisa menarik investasi dari luar negeri seperti Vietnam. Sebab saat ini Indonesia masih memiliki tantangan birokrasi dan kebijakan yang kurang menarik bagi investor asing.
Kemudian pemerintah juga harus mendorong pengembangan ekosistem rantai pasok. Hal ini dikarenakan saat ini industri mebel dan furnitur Indonesia masih banyak mengandalkan bahan baku impor dan belum efisien seperti Vietnam dalam hal produktivitas tenaga kerja dan teknologi manufaktur.
“AS memang tidak punya sentimen negatif terhadap Indonesia seperti terhadap China, tetapi tanpa kebijakan yang lebih pro-investasi dan perjanjian dagang yang lebih kompetitif, kita sulit menarik relokasi industri skala besar seperti Vietnam,” tutup Abdul.