Bersama Rosneft, Pertamina Bidik FID GRR Tuban Rampung di 2025

PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) memastikan proyek Grass Root Refinery Tuban (GRR Tuban) masih bekerja sama dengan perusahaan Rusia, Rosneftdengan skema usaha patungan (JV).
Pertamina dan Rosneft membangun perusahaan patungan itu pada November 2017 dengan nama PT Pertamina Rosneft Pengolahan dan Petrokimia (PRPP) untuk proyek GRR Tuban. Sebanyak 55 persen saham dipegang Pertamina dan 45 persen sisanya milik Rosneft.
Proyek tersebut sempat terkendala konflik geopolitik yang pecah antara Rusia-Ukraina dan kaitannya dengan sanksi dari Amerika Serikat (AS). Bahkan, sempat ada isu pergantian mitra di GRR Tuban menggantikan Rosneft.
Company Secretary Kilang Pertamina Internasional, Hermansyah Y. Nasroen, mengungkapkan perusahaan akan fokus pada penyelesaian Mengubah Rencana Induk Pengembangan (RDMP) Balikpapan dan GRR Tuban di tahun ini.
"Sampai saat ini, Pertamina masih bersama Rosneft. Terlepas dari urusan sanksi. Kita kan ada JV dengan Rosneft. Kita masih bersama dia, masih terikat dengan JV itu," kata Hermansyah saat ditemui di Jakarta Pusat, Senin (10/3).
Hermansyah berharap GRR Tuban bisa mengalami progres yang signifikan di tahun ini, yakni merampungkan tahapan Ultimate Funding Resolution (FID).

Dia juga memastikan Pertamina masih berkomunikasi dengan pihak Rosneft melalui PT PRPP dan segala keputusan terkait kelanjutan proyek itu juga akan diputuskan bersama.
"Iya targetnya FID tahun ini. Pengennya sih secepatnya ya. Soalnya masih jalan terus tuh review-review FID-nya," ujar dia.
Hermansyah mengakui proyek ini terlambat saat tahapan mushy EPC, sehingga membuat proses FID menjadi lebih lama dari goal. Selain itu, dia menjamin tidak ada kendala lain.
"Memang sepertinya proses FID-nya yang mungkin agak terlambat, karena ini kan memang besar banget. Saya tidak melihat ada kendala-kendala lain, memang mungkin perhitungannya EPC tender-nya yang membuat sedikit terlambat," tutur Hermansyah.
Hermansyah yakin tidak ada intervensi yang diperlukan dari pemerintah berkaitan dengan Rosneft, karena kerja sama ini berjalan secara bisnis untuk bisnis (B2B).
"Kita berbicara masalah keekonomian, namanya investasi gitu ya. Jadi memang mungkin perhitungannya yang inflexible, dua perusahaan besar yang punya kepentingan," ujar Hermansyah.
"Secara ekonomi, secara bisnis pasti punya perhitungan masing-masing gitu ya. Nah ini yang mungkin yang perlu diskusi yang cukup intensif," tambahnya.