Jadwal BAB Bisa Tunjukkan Banyak Hal Seputar Kesehatan Seseorang


Ilustrasi anak BAB. Foto: Shutter Stock
Ilustrasi anak BAB. Foto: Shutter Inventory

Dalam studi baru yang terbit di jurnal Laporan Sel Kedokteran mengungkap bahwa frekuensi buang air besar (Bab) dapat memengaruhi fisiologi dan kesehatan jangka panjang, di mana BAB satu hingga dua kali sehari memiliki implikasi paling baik bagi kesehatan.

Studi sebelumnya menunjukkan adanya hubungan antara sembelit dan diare dengan risiko infeksi dan kondisi neurodegeneratif yang lebih tinggi. Namun, karena temuan ini diamati pada pasien yang sakit, studi tersebut belum cukup untuk menjelaskan apakah jadwal BAB yang tidak teratur diakibatkan oleh kondisi kesehatan itu tidak bagus.

“Saya berharap penelitian ini akan sedikit membuka pikiran para dokter tentang potensi risiko yang mungkin ditimbulkan jika [seseorang] mengalami frekuensi BAB yang tidak teratur,” kata Sean Gibbons, peneliti senior di Institute for Techniques Biology kepada AFP. “Dokter sering kali menganggap BAB tidak teratur hanya sebagai gangguan biasa.”

Dalam studinya, Gibbons dan tim mengumpulkan information klinis, gaya hidup, dan biologis–kimia darah, mikrobioma usus, genetik, dan banyak lagi– lebih dari 1.400 relawan usia dewasa yang sehat tanpa tanda-tanda penyakit aktif.

Frekuensi buang air besar yang dilaporkan para peserta terbagi ke dalam empat kategori: sembelit (1 hingga 2 kali buang air besar according to minggu), rendah-normal (3 hingga 6 kali according to minggu), tinggi-normal (1 hingga 3 kali according to hari), dan diare.

Ilustrasi perempuan buang air kecil. Foto: Pixel-Shot/Shutterstock
Ilustrasi perempuan buang air kecil. Foto: Pixel-Shot/Shutterstock

Jika tinja terlalu lama berada di dalam usus, mikroba akan menghabiskan serat yang tersedia, dan sebagai gantinya memfermentasi protein, menghasilkan racun seperti p-kresol sulfat dan indoksil sulfat.

“Yang kami temukan adalah pada orang sehat yang mengalami sembelit, terjadi peningkatan racun-racun ini di aliran darah, dan racun-racun ini sangat membebani ginjal,” kata Gibbons.

Buah dan sayuran

Dalam kasus diare, tim menentukan kimia klinis yang menunjukkan peradangan dan kerusakan hati. Gibbons menjelaskan, selama diare, tubuh mengeluarkan asam empedu berlebihan, yang semestinya didaur ulang oleh hati untuk melarutkan dan menyerap lemak makanan.

Bakteri usus yang memfermentasi serat, dikenal sebagai “strict anaerobes” yang baik buat kesehatan, tumbuh subur di “zona Goldilocks” dengan satu atau dua kali buang air besar sehari.

Secara demografis, wanita dengan usia lebih muda, dan mereka yang memiliki indeks massa tubuh lebih rendah cenderung memiliki frekuensi buang air besar yang lebih sedikit. Perbedaan hormonal dan neurologis antara pria dan wanita mungkin menjelaskan kesenjangan ini, bersama dengan fakta bahwa pria umumnya mengonsumsi lebih banyak makanan.

Akhirnya, dengan menyandingkan information biologis dan kuesioner gaya hidup para peserta, tim memperoleh gambaran yang jelas tentang mereka yang masuk dalam Zona Goldilocks.

“Makan lebih banyak buah dan sayur adalah sinyal terbesar yang kami lihat,” kata Gibbons. “Disertai dengan minum banyak air, aktivitas fisik teratur, dan mengonsumsi makanan yang lebih banyak mengandung serat.”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *