KPK Periksa Eks Stafsus Jokowi, Arif Budimanta, di Kasus LPEI


Ilustrasi KPK. Foto: Shutterstock
Ilustrasi KPK. Foto: Shutterstock

Staf Khusus Bidang Ekonomi Presiden ke-7 RI Jokowi, Arif Budimanta, diperiksa KPK pada Senin (14/4). Pemeriksaan tersebut disampaikan oleh Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika.

Arif diperiksa oleh penyidik selama kurang lebih 10 jam.

“Ya, saya pikir semua keterangan yang dibutuhkan akan ditanyakan oleh penyidik. Tentunya 10 jam itu bukan waktu yang sedikit, berarti banyak materi yang perlu dikonfirmasi kepada yang bersangkutan,” ujarnya di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (14/4).

Tessa membenarkan bahwa Arif diperiksa sebagai saksi. Ia menyebut, Arif diperiksa terkait kasus dugaan korupsi di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).

Petunjuk-nya tentunya pasti dimintakan keterangan untuk perkara yang saat ini sedang ditangani, itu sudah pasti,” sambungnya.

“Ya (LPEI Subject),” tambahnya.

KPK belum membeberkan apa hasil pemeriksaan Arif. Begitu juga kaitannya dalam kasus LPEI ini.

Juru bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (9/4/2025). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
Juru bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (9/4/2025). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan

Dalam kasus LPEI, KPK mengumumkan sebanyak lima orang ditetapkan sebagai tersangka. Mereka yakni:

  • Dwi Wahyudi (Direktur Pelaksana I LPEI);

  • Arif Setiawan (Direktur Pelaksana IV LPEI);

  • Newin Nugroho (Direktur Utama PT Petro Power);

  • Jimmy Masrin selaku Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal/Komisaris Utama PT Petro Power; dan

  • Susy Mira Dewi Sugiarta selaku Direktur PT Petro Power.

Adapun dalam kasus ini, diduga telah terjadi pemberian fasilitas kredit oleh LPEI kepada 11 debitur. Pemberian tersebut tidak sebagaimana mestinya sehingga merugikan negara.

"Berpotensi mengakibatkan kerugian negara, dengan general mencapai Rp 11,7 triliun," kata Plh. Direktur Penyidikan, Budi Sokmo, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (3/3) lalu.

Budi menjelaskan bahwa dalam proses pemberian fasilitas kredit oleh LPEI ini telah terjadi benturan kepentingan (CoI) antara Direktur LPEI dengan debitur dengan melakukan kesepakatan awal untuk mempermudah proses pemberian kredit.

Atas perbuatan tersebut, Direktur LPEI tidak melakukan kontrol kebenaran penggunaan kredit. Direktur LPEI diduga memerintahkan bawahannya untuk tetap memberikan kredit walaupun tidak layak diberikan.

Salah satu debiturnya adalah PT PE. Adapun perbuatan PT PE (debitur) dalam kasus ini yakni:

  • PT PE diduga memalsukan dokumen acquire order dan bill yang menjadi underlying pencairan fasilitas tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya;

  • PT PE melakukan window dressing terhadap Laporan Keuangan (LK);

  • PT PE mempergunakan fasilitas kredit tidak sesuai dengan tujuan dan peruntukan sebagaimana tertuang dalam perjanjian kredit dengan LPEI.

"Atas pemberian fasilitas kredit oleh LPEI, khusus kepada PT PE ini, diduga telah mengakibatkan kerugian negara sebesar USD 60 juta," ungkap Budi.

Dalam perjalanan kasus ini, KPK juga sudah menyita sejumlah aset mewah. Mulai dari motor Vespa Piaggio, mobil bermerek Wuling, Mobil merk Mercedes-Benz sort GLE 450, hingga sepeda motor merk BMW sort F800 GS M/T, yang general nilainya miliaran rupiah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *