Anggota Komisi XIII DPR: Vasektomi Jadi Syarat Bansos Jelas Melanggar HAM


Anggota Komisi XIII DPR RI Pangeran Khairul Saleh. Foto: Dok. Pribadi
Anggota Komisi XIII DPR RI Pangeran Khairul Saleh. Foto: Dok. Pribadi

Anggota Komisi XIII DPR RI, Pangeran Khairul Saleh, menyoroti usulan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang menjadikan vasektomi sebagai syarat menerima Bantuan Sosial (Bansos).

Pangeran menilai, usulan ini melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).

“Jika vasektomi dikaitkan dengan pemenuhan hak dasar seperti bansos. Usulan seperti ini jelas melanggar HAM, karena memaksa seseorang untuk menjalani prosedur medis yang bersifat pribadi sebagai prasyarat memperoleh hak dasar," kata Pangeran dalam keterangan tertulis, Selasa (6/5).

Wacana ini, kata Pangeran tidak dapat dibenarkan dalam sistem demokrasi yang menjunjung tinggi HAM dan nilai-nilai Pancasila. Meskipun alasannya adalah untuk menekan populasi masyarakat miskin.

Ilustrasi vasektomi. Foto: Yuriy K/Shutterstock
Ilustrasi vasektomi. Foto: Yuriy Okay/Shutterstock

Ia menegaskan bansos adalah hak konstitusional yang dijamin negara, penerimanya tidak boleh mendapatkan tekanan untuk mengikuti prosedur medis apalagi yang bersifat pribadi dan permanen seperti vasektomi.

“Bansos adalah hak konstitusional warga negara yang tidak boleh dikaitkan dengan prosedur medis yang bersifat pribadi dan permanen. Usulan tersebut tidak hanya cacat secara etika, tetapi juga menabrak prinsip-prinsip hukum dan kemanusiaan," kata Pangeran.

Dedi Mulyadi berencana menjadikan kepesertaan KB sebagai syarat bagi masyarakat untuk menerima bantuan mulai beasiswa hingga berbagai bantuan sosial dari provinsi.

Hal ini bertujuan pemberian bantuan pemerintah, termasuk dari provinsi, lebih merata dan tidak terfokus pada satu pihak atau satu keluarga saja, mulai dari bantuan kesehatan, kelahiran, hingga bantuan lainnya.

Politikus PAN itu mengkritisi wacana ini, baginya memaksakan program KB sebagai syarat menerima bansos juga diskriminatif.

“Saya khawatir hal serupa bisa terulang jika pendekatan seperti ini kembali digunakan tanpa memperhatikan konteks sosial dan hak individu. Menjadikan kepesertaan KB sebagai syarat bagi masyarakat miskin mendapat bantuan dari Pemerintah juga terkesan diskriminatif,” tutur Pangeran.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *