Pungutan Ekspor CPO 10 Persen Berlaku Hari Ini Demi B40 dan Peremajaan Kebun
Kebijakan tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 30 Tahun 2025 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan pada Kementerian Keuangan.
Tarif pungutan ekspor produk kelapa sawit untuk CPO dan produk turunannya berubah menjadi paling besar 10 persen dari Harga Referensi CPO Kementerian Perdagangan, naik dari sebelumnya 7,5 persen.
Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan, Eddy Abdurrachman, mengatakan penyesuaian tarif pungutan ekspor tersebut merupakan tindak lanjut keputusan Komite Pengarah yang diketuai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.
Salah satu dasar pertimbangan penyesuaian tarif layanan BPDP ini adalah keberlanjutan dari pengembangan layanan maupun dukungan pendanaan pada program pembangunan industri kelapa sawit nasional.
Program tersebut mencakup peningkatan produktivitas kelapa sawit melalui peremajaan perkebunan kelapa sawit dan dukungan sarana dan prasarana perkebunan sebagai kontribusi peningkatan kesejahteraan petani, serta penciptaan pasar domestik melalui program mandatori biodiesel.
”Besaran tarif pungutan ekspor dibagi ke dalam 5 kelompok jenis barang, yaitu Kelompok I dengan dengan tarif spesifik sesuai jenis barang, Kelompok II sebesar 10 persen dari harga CPO Referensi Kemendag, Kelompok III sebesar 9,5 persen dari harga CPO Referensi Kemendag, Kelompok IV sebesar 7,5 persen dari harga CPO Referensi Kemendag, dan Kelompok V sebesar 4,75 persen dari harga CPO Referensi Kemendag”, ujar Eddy dalam keterangannya, dikutip Sabtu (17/5).
Pengenaan tarif baru tersebut mulai berlaku 3 hari setelah PMK terbaru diundangkan 14 Mei 2025, sehingga mulai berlaku tanggal 17 Mei 2025.
Besaran tarif pungutan ekspor produk kelapa sawit termasuk CPO dan produk turunannya yang berlaku adalah tarif pada tanggal Pemberitahuan Pabean Ekspor diterima oleh Sistem Komputer Pelayanan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Pungutan Ekspor untuk Mandatori B40
Program Mandatori Biodiesel, menurutnya, terbukti menciptakan instrumen pasar domestik sehingga mengurangi ketergantungan terhadap pasar ekspor.
“Dengan terjaganya konsumsi biodiesel dalam negeri melalui program Mandatori Biodiesel diharapkan dapat menciptakan kestabilan harga CPO yang akhirnya akan memberikan dampak positif pada harga Tandan Buah Segar ditingkat petani,” jelas Eddy.
Dukungan pemerintah terhadap hilirisasi produk kelapa sawit juga terus dilakukan dengan mendorong perkembangan industri produk turunan kelapa sawit, baik skala besar maupun skala kecil pada tingkat koperasi/kelompok petani.
Komitmen Peningkatan Kesejahteraan Petani
Pemerintah juga tetap berkomitmen untuk meningkatkan kesejahteraan petani melalui dukungan pendanaan peremajaan perkebunan kelapa sawit bagi petani swadaya sebesar Rp 60 Juta/hektare serta peningkatan dukungan pendanaan sarana dan prasarana perkebunan kelapa sawit.
“Peningkatan kesejahteraan petani juga diupayakan dengan peningkatan kompetensi Sumber Daya Manusia melalui pemberian beasiswa bagi anak-anak dan keluarga petani kelapa sawit serta pelatihan bagi petani dan masyarakat umum,” kata Eddy.
Program pengembangan SDM yang diberikan terutama adalah program pengembangan yang sesuai Just right Agricultural Apply (GAP) dan menunjang keberlanjutan usaha (Keberlanjutan).
Eddy menegaskan, kebijakan penyesuaian tarif pungutan ekspor diambil sebagai komitmen pemerintah untuk terwujudnya Perkebunan kelapa sawit Indonesia yang berkelanjutan mengingat peranan kelapa sawit yang sangat penting dalam perekonomian nasional.
“Dukungan semua pihak sangat diharapkan untuk terus menjaga komoditas kelapa sawit tetap menjadi salah satu penyokong utama perekonomian Indonesia,” pungkasnya.