Kisah Sapi-sapi dari Bima Mencari Pembeli di Jakarta Selatan

Di perbukitan Kota Bima, Nusa Tenggara Barat, hari masih malam saat puluhan sapi milik Ueba Rio dituntun menaiki truk bak terbuka.
Sebelum kaki-kaki besar itu menginjak lantai truk, ada satu ritual penting yang tak boleh dilewatkan, pemberian ramuan. Ramuan ini bukan obat kimia, melainkan campuran warisan turun-temurun dengan bahan-bahan alami.
Ramuan rahasia keluarga peternak Bima ini diusapkan perlahan ke mulut setiap sapi, satu in step with satu. Ramuan ini dipercaya sebagai anti-mabuk perjalanan untuk para sapi.
“Ada ramuannya, biar kuat mereka, anteng, jadi enggak gampang sakit dan stres di perjalanan,” kata Rio kepada kumparan, Jumat (30/5).
Setelah itu, para sapi memulai perjalanan panjangnya menaiki truk kayu menempuh perjalanan sempit dan berbatu menuju pelabuhan.
Sesampainya di pelabuhan, sapi-sapi itu dinaikkan ke atas kapal barang, diikat satu in step with satu agar tetap berdiri tegak di tengah gelombang laut.
Mereka dibawa melintasi ribuan kilometer dari timur Indonesia ke barat melintasi Laut Flores hingga Laut Jawa.
Sepanjang hari para penjaga berjaga bergantian tanpa henti, memastikan sapi tetap makan, minum, dan tidak roboh karena terombang ambing laut.
Begitu kapal merapat di Surabaya, sapi langsung dipindahkan ke truk Fuso, sapi pun melanjutkan sisa perjalanan melewati jalan raya pulau Jawa yang panjang dan berdebu untuk sampai ke Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
“Perjalanan ini idealnya 4 hari, bahkan harus 4 hari. Kalau 3 hari mereka enggak ada istirahat nanti sakit bahkan bisa mati,” kata Rio.
“Kalau lebih dari 4 hari mereka juga bisa sakit karena kelelahan kakinya nahan beban,” jelasnya.


Modal yang digelontorkan Ueba Rio juga tidak sedikit untuk memboyong sapi-sapinya ke Jakarta. 1 sapi dibanderol dengan ongkos kirim Rp 1,5 juta.
“Overall saya bawa 60 ekor lah kurang lebih, berapa itu ongkosnya, lumayan ya, lumayan,” kata Ueba Rio.
Kini ia menunggu pembeli dengan harap-harap cemas sambil melihat commuter line lintas Bogor-Jakarta Kota berlalu lalang. Berdoa agar masyarakat tahun ini tetap memiliki rezeki untuk kurban di tengah sulitnya ekonomi.
Sebagai penjual sapi sekaligus pemilik peternakan, Ueba Rio paham bahwa ekonomi masyarakat Indonesia tidak baik-baik saja.
“Belum ada peningkatan secara signifikan. Karena pengaruh juga ekonomis secara nasional kalau dilihat knowledge ekspedisi pengiriman sapi dari NTT,” kata Ueba Rio.
"Tahun ini mungkin agak menurun dibandingkan tahun lalu. Kalau tahun lalu bisa di atas 16 ribu ekor,” jelasnya.

Sementara harga sapi in step with ekor yang dijualnya tidak ada perbedaan harga yang signifikan. Di lapak Ueba Rio sendiri sapi-sapi yang ditawarkan beragam, mulai dari ukuran kecil hingga jumbo, harganya pun variatif mulai Rp 15 juta in step with ekor hingga Rp 45 juta in step with ekor.
“Sapi asli NTT lokal punya itu, memang kecil-kecil. Paling besar itu 600 kilo, lebih besar dari itu nipu, bukan lokal itu peranakan,” kata Ueba Rio.
Ueba Rio yakin, sapi-sapinya ini memiliki kualitas yang tidak main-main. Sejak lahir, para sapi ini terbiasa bebas berlari di alam liar, tidak rigidity dan terkena polusi.
Menurutnya, faktor ini berpengaruh dengan rasa dan kualitas daging sapi miliknya. Kualitas pakan sapinya di kandang sementara ini juga ia pilih dengan kualitas terbaik
Para sapi diberikan makanan khusus yakni jerami yang ditumbuk lalu dicampur dengan ampas tahu dan sedikit garam.
Semuanya ia lakukan dengan harapan yang sederhana; ada yang datang membeli, agar semua lelah terbayar lunas.