"Menjambret” Kok Sembunyi-sembunyi?

Berada di ruang wartawansaat mengedit berita di masa lalu, ada kalanya muncul kejadian yang dapat menimbulkan senyum simpul. Kali ini terkait dengan soal ketepatan diksi dalam berita kriminal.
Nah, kisah itu hadir sebagai bagian dari perjalanan pengalaman seorang redaktur senior yang belasan tahun lalu sudah purnatugas. Beliau memang memberikan konsentrasi perhatian mendalam terhadap berita kriminal saat bertugas di lapangan.
Banyak tahun yang lalu, di sebuah rapat redaksi pada hari Senin pagi, saya pernah mendengar beliau mengisahkan manakala menemukan kasus diksi yang tidak tepat dalam berita kriminal.
Berita kriminal itu, menurut kisah beliau, mengabarkan tentang adanya kejadian kejahatan, berupa pengambilan tanpa izin sebuah tas berisi uang dan perhiasan emas yang tergeletak di kursi bagian depan sebuah mobil.
Pintu depannya telah dapat dibuka secara paksa oleh sang pelaku pada saat kejadian.
Dalam melakukan aksinya, sang pelaku melakukannya secara sembunyi-sembunyi (atau tidak ada orang yang melihatnya). Memanfaatkan kelengahan korban.
Pemilik tas (yang sekaligus pemilik mobil itu) dikabarkan tidak berada di tempat saat kejadian. Demikianlah sosok ilustrasi kasusnya.
Menjambret
Akan tetapi yang terasa menggelikan, si wartawan menggunakan kata “menjambret” untuk jenis tindak kriminalitas tersebut.
Padahal, boleh terbilang perilaku kejahatan sebagaimana terdeskripsikan, sama sekali tidak memenuhi unsur-unsur yang terkandung dalam pengertian kata “menjambret”.

Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi VI Dalam Jaringan (KBBI VI DARING) memberikan muatan arti pada sublema “menjambret” sebagai tindakan “merenggut atau merebut (barang milik orang lain yang sedang dipakai atau dibawa)”.
Dengan demikian, unsur-unsur yang tidak kedapatan pada tindak kejahatan berdasarkan dari kisah redaktur senior tersebut sebagai berikut.
Pertama, kehadiran korban pemilik tas berisi uang dan perhiasan emas (sekaligus pemilik mobil).
Kedua, tindakan pelaku yang secara terbuka dipaksa untuk meraih tengah korban.
Kata “mencuri” lebih tepat untuk menyebut jenis tindakan kriminal tersebut. Sebab, unsur-unsur tindakan kriminal “mengambil milik orang lain tanpa izin atau dengan tidak sah, biasanya dengan sembunyi-sembunyi” (KBBI VI DARING), relatif lebih terpenuhi.

Mencopet
Kata yang relatif dekat medan maknanya dengan “menjambret”, yaitu “mencopet”. Dalam kedua jenis tindak kejahatan ini terdapat unsur kontak fisik antara sang pelaku dan si korban. Hanya bedanya, si korban pencopetan cenderung tidak sadar dan tidak tersakiti.
Menurut KBBI VI Bold, sublema “mencopet” merujuk artian “mencuri (barang yang sedang dipakai, uang dalam saku, barang yang dijajakan, dan sebagainya) dengan cepat dan tangkas”.
Dalam praktik kejahatan yang lazim terjadi, pencopetan biasanya terkait dengan kehilangan secara paksa akibat tindakan tidak terpuji tangan jahil sang pelaku dengan goal dompet milik korban.

Merampok
Dalam pada itu, sublema “merampok” dalam KBBI VI DARINGsalah satunya mengacu pada arti “merampas dengan kekerasan”. Biasanya ada kelengkapan senjata api atau senjata tajam sebagai pendukung aksi dalam jenis tindak kejahatan ini.
Pelaku perampokan biasanya lebih sering dilakukan beberapa orang. Namun, yang mengeksekusi bisa hanya seorang. Sementara itu, kawan-kawannya berjaga-jaga.
Dan, barang atau uang yang menjadi goal tindak kejahatan ini, biasanya lebih besar nilainya dari pencurian dan apalagi pencopetan.
Tidak jarang dalam “merampok” muncul adanya upaya pencederaan atau bahkan penghilangan jiwa terhadap korban. Bisa pula diikuti dengan perbuatan asusila terhadap korban perempuan.
Atau, penyekapan di suatu ruangan serta pengikatan dengan tali pada tangan dan kaki korban.

***