Saat Siswa Dari Dua SMA Favorit di Jakarta Tak Diterima UI By the use of PKKB
Dari tahun ke tahun, siswa dari 2 SMA Favorit Jakarta, yakni SMAN 28 dan SMAN 70 selalu melenggang mulus masuk Universitas Indonesia (UI) by means of Jalur Prestasi dan Pemerataan Kesempatan Belajar. Tapi tidak dengan tahun ini.
Pada tahun ini, tak ada siswa dari dua SMA Negeri itu yang diterima masuk UI.
“Itu memang bikin kaget karena biasanya kan pasti ada, dan ini kan daftar juga semangatnya tinggi, karena kuota awal kan memang seratusan gitu kan, tahu-tahu nol,” kata Taufik Liestyono selaku Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum SMAN 28 Jakarta saat ditemui di sekolahnya di Jalan Raya Ragunan, Jakarta Selatan, Kamis (19/6).
Taufik juga banyak menerima telepon dari sekolah lainnya. Mereka mengalami nasib serupa. Ditolak UI lewat jalur PPKB.
ternyata SMAN 70 Jakarta juga mengalami hal serupa.
“Jadi, di tanggal 16 Juni jam 18 itu kami langsung bisa lihat. Dan memang kami kaget sih, Bapak, ibu guru semuanya kaget karena kami nol untuk tahun ini. Luar biasa,” kata Wakasek Bidang Akademik SMAN 70 Nur Puji Lestari saat ditemui kumparan di sekolah tersebut, Jalan Bulungan, Jakarta Selatan.
“Sekolah lain ada juga yang telepon saya kan juga, ternyata nol juga. Setelah lihat knowledge di Jakarta kan memang sedikit juga,” jelasnya. Padahal tahun lalu, ada 40 siswa dari SMAN 70 yang diterima di UI.
Bagaimana cara duduk? Apa jawabannya? Setelah kumparan rangkum.
Penjelasan UI, Tak Ada Lagi Standing Sekolah Favorit
Pihak UI memberikan penjelasan terkait polemik ini. Menurut UI, tahun ini memang ada hal yang berbeda dari sistem PPKB.
“Terdapat perubahan dalam skema PPKB. Jika sebelumnya faktor penghitung PPKB itu faktor sekolah. Jadi misal sekolah favorit, misalnya SMA 8, SMA 28 banyak yang pernah masuk sini, IPK-nya bagus bagus, itu biasanya dinilai tinggi. Jadi masuk ke konteks favorit,” ungkap Plh Direktur Humas, Media, Pemerintah, dan Internasional, Emir Chairrulah, saat dihubungi terpisah.
“Tapi tahun ini sudah tidak ada standing favorit lagi, itu semacam dihilangkan. Kenapa dihilangkan? Karena tidak truthful juga, SMA 8, 28, SMA 68, SMA 70, SMA 3 Bandung juga. Jadi nanti berkutat di situ-situ saja [sekolah favorit],” imbuhnya.
Emir menuturkan, sekarang seluruh sekolah di Indonesia punya kesempatan yang sama. Siapa yang lebih berprestasi akan diterima by means of jalur PPKB.
“Kalaupun nanti gagal di PPKB bukan akhir segalanya, masih ada di SIMAK [Seleksi Masuk Universitas Indonesia] juga. Kita juga membuat saudara-saudara di daerah lain tidak punya kesempatan, apalagi ini namanya UI, Indonesia, harusnya bukan didominasi orang Jakarta atau perkotaan saja,” tutup Emir.
SMAN 28 Kecewa Tak Ada Sosialisasi dari UI
Wakil Kepala SMAN 28 Bidang Kurikulum, Taufik Liestyono menyebut, tahun lalu sekitar 24 siswa SMAN 28 diterima UI lewat PPKB. Jurusannya beragam, termasuk hukum dan manajemen.
“24 (siswa), (jurusannya) beragam. Paling kalau satu jurusan itu paling banyak dua, cuma rata sih sebenarnya, hukum juga ada, manajemen ada gitu,” jelasnya.
Ia mempertanyakan perubahan signifikan tahun ini tanpa adanya sosialisasi lebih awal dari pihak UI.
“Kalau kita lihat, memang kan kalau aturan PPKB ya itu sebenarnya memang hak prerogatif UI kan gitu, cuma kenapa tidak disosialisasikan dari awal gitu,” tegasnya.
Taufik menambahkan, pihak sekolah berencana bertemu langsung dengan pihak UI pada Selasa pekan depan untuk meminta penjelasan.
“Pokoknya ini kaget kenapa ini, apa ada yang berubah aturannya dan sebagainya, makanya kan kita juga ngajuin, mau nanya ke UI nih nanti hari Selasa depan diterima di sana,” ujar Taufik.
“Jadi biar lebih jelas, karena orang tua juga bertanya-tanya itu kenapa nggak ada kan,” lanjutnya.
Keluh Kesah Siswa SMAN 70 Jakarta Ditolak Masuk UI by means of Jalur PPKB
16 Juni 2025, seharusnya menjadi hari yang spesial bagi Aji. Siswa kelas 12 itu telah menyiapkan segala hal untuk bisa tembus ke UI by means of PPKB.
Jurusan sudah dipilih matang, esai telah dikonsultasikan, nilai rapor stabil. Singkatnya, semua terasa on course. Namun, nyatanya, ia ditolak masuk UI. Ia ingin masuk jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA).
“Jadi, waktu awal daftar PPKB ini saya ngerasa lumayan tenang dan bertanyaapalagi alumni tahun sebelumnya banyak yang lolos PPKB bahkan di jurusan yang saya pilih. Namun, setelah membuka pengumuman agak kaget juga ternyata hasilnya ketolak,” ujar Aji (18) saat dihubungi kumparan, Kamis (19/6).
Keyakinan Aji bukan tanpa dasar. Dari tahun ke tahun, SMAN 70 dikenal sebagai salah satu ‘pemasok’ mahasiswa ke UI.
Ia menyebut, di laman resmi PPKB UI dijelaskan bahwa seleksi mempertimbangkan ‘efficiency sekolah’ serta kuota program studi. Maka, saat hasil yang keluar justru nol siswa diterima, Aji dan teman-temannya hanya bisa terpaku.
“Padahal di laman PPKB tertera kalau ‘Proses seleksi dilakukan berdasarkan pertunjukan sekolah (prestasi alumninya di UI) dan kuota dari masing-masing prodi’, walaupun perubahannya mendadak sekali ya,” jelas Aji.
“Setelah itu saya mencoba menerima kalau mungkin ini bukan rezeki saya aja, berarti saya harus lebih berusaha lagi,” ujarnya pasrah.
Pemerataan Jadi Prioritas
UI menyatakan, perubahan ini dilakukan demi pemerataan akses pendidikan. Emir mencontohkan kasus siswa berprestasi di daerah yang tidak memiliki SMA unggulan.
“Misalnya saya, sangat cerdas kemudian di dekat saya tidak ada SMA favorit, jadi saya memilih ke SMA negeri yang dekat rumah saya. Masa saya nggak punya hak untuk kesempatannya dipersulit untuk masuk jalur PPKB,” jelasnya.
Dengan begitu, kata Emir, UI mencoba menghapus ketimpangan akses agar seluruh siswa Indonesia memiliki peluang yang setara untuk diterima melalui jalur undangan ini.
“Bukan dihapus tapi mulai direduksi nilainya, nggak jadi salah satu faktor penentu,” ungkap Emir.
Dampaknya, penerimaan mahasiswa lewat jalur PPKB tahun ini menyebar lebih luas ke daerah lain.
“Jadi karena itu juga mulainya dibuka kesempatan menghilangkan standing favorit itu, ada yang diterima PPKB ada di 90 kabupaten/kota sekarang menjadi 143 kabupaten/kota,” jelasnya.
Selain itu, Emir juga tak sepakat dengan pandangan bahwa siswa Jakarta lebih unggul dari luar daerah. Ia menolak anggapan itu dan menyebut sistem sebelumnya terlalu condong pada wilayah tertentu.
“Apakah demikian karena hidup di Jakarta lebih hebat dari daerah? Emang orang di luar Jakarta dipandang sebelah mata? Ini favorit kan karena selama ini sudah ada di sini. Bukan berarti yang favorit ini menjadi yang terbaik dari di daerah,” tegas Emir.