Pabrik Pupuk Palsu di Boyolali Dibongkar Polisi, Tiap Bulan Hasilkan 400 Ton

Polda Jawa Tengah membongkar produksi pupuk palsu di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Peredaran pupuk palsu sangat merugikan para petani dan membahayakan.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jateng, Kombes Arif Budiman, mengatakan kasus ini terbongkar setelah pihaknya menemukan adanya peredaran pupuk di Kabupaten Sragen yang tidak sesuai dengan kualitas yang dijanjikan pada akhir Mei 2025.
"Hasil pendalaman, pemeriksaan dan verifikasi keterangan petani, ketemu asal muasal pupuk palsu ini, lokasi pabriknya di Boyolali," ujar Arif dalam jumpa pers, Kamis (10/7).
Pabrik itu merupakan milik CV SAYAP ECP yang memproduksi setidaknya 7 merek pupuk. Di antaranya merek Enviro NKCL, Enviro Phospat, Spartan NPK, Spartan NKCL, dan Spartan SP-36.
Namun, setelah pupuk tersebut diuji sampel di laboratorium Badan Standarisasi Instrumen Pertanian Balai Penerapan Usual ternyata tidak sesuai dengan klaimnya.
"CV SAYAP ECP ada izin, SNI (Standar Nasional Indonesia) juga memiliki. Namun yang perlu ditekankan, hasil temukan tak sesuai label komposisi, (ada produk) Juni-Juli, ini pidana," tegas dia.
Ia menyebut, pupuk buatan CV SAYAP ECP diedarkan di sekitaran Jawa Tengah. Kejahatan ini sudah berlangsung selama lima tahun.
"Hasil produksi pupuk dari pabrik tersebut bisa mencapai 260-400 ton tiap bulan dengan keuntungan mencapai Rp 171 juta sampai Rp 250-an juta," sebut Arif.
Polisi kemudian menetapkan Direktur CV SAYAP ECP Totok Sularto sebagai tersangka. Kini ia ditahan dan terancam hukuman lima tahun penjara.
"Tersangka dijerat Pasal 8 ayat (1) huruf e dan f Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2 miliar," tegas Arif.
Sementara itu, peneliti pertanian dari Fakultas Peternakan dan Pertanian Undip, Fajri menjelaskan, dari hasil uji lab dipastikan kandungan pupuk tidak sesuai dengan klaim kemasan. Contohnya dari pupuk merek Enviro yang mereka produksi.
"Di situ tertulis kandungan Nitrogen 17 persen, tapi ternyata hanya 0,14 persen. Kemudian Phospor yang tertulis 14 persen ternyata hanya 0,29 persen, begitu juga Kalium yang tertulis 12 persen ternyata hanya 0,94 persen," imbuh Fajri.
Ia menegaskan, penggunaan pupuk itu memiliki dampak negatif bagi tanaman dan merugikan para petani.
"Lihat hasil uji lab tidak sesuai komposisi. Dari dampaknya kemudian hari akan jadi dampak buruk," kata Fajri.