Tarif Trump 32 Persen Ancam Kopi RI, Harga Bisa Anjlok & Petani Gigit Jari
Ketua Umum Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia (AEKI), Irfan Anwar, mengatakan pengenaan tarif tinggi oleh AS bakal menimbulkan tekanan berat terhadap harga kopi Indonesia di pasar world, yang saat ini sebenarnya sudah mulai turun akibat sentimen kebijakan Presiden Donald Trump tersebut.
“Kalau memang tarif Trump 32 persen, ya pasti ya kita ada kerepotan ya,” kata Irfan ketika dihubungi kumparanJumat (11/7).
Menurut Irfan, saat ini masih ada ruang diplomasi antara pemerintah Indonesia dan AS. Negosiasi lanjutan masih berlangsung, dan AEKI berharap ada kesepakatan akhir yang bisa menghindari pemberlakuan tarif tersebut.
“Tapi kan kita punya lagi negosiasi kan sekarang. Lagi negosiasi lanjutan, berharap nggak ada pajak (tarif) gitu kan. Masih ada waktu lah,” imbuhnya.
Meski ekspor kopi Indonesia tersebar ke lebih dari 125 negara, Negeri Paman Sam itu masih menjadi pasar ekspor utama dalam lima tahun terakhir.
Information Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat AS menyerap 20,24 juta kg kopi Indonesia pada periode Januari-April 2025, dengan nilai USD 128,26 juta atau sekitar Rp 2,10 triliun. Sejak 2021 hingga 2024, AS konsisten menjadi pembeli terbesar kopi Indonesia dengan nilai tertinggi tercatat pada 2024 sebesar USD 307,43 juta atau Rp 5,04 triliun.
Irfan mengakui, meski kontribusi quantity ekspor ke AS hanya sekitar 8-10 persen, kata Irfan, posisi pangsa pasar kopi RI ke AS tetap necessary. “Amerika beli nomor satu memang selama ini. Tapi dia punya porsi sekitar 8-10 persen dari ekspor kopi Indonesia. Cukup besar,” jelasnya.
Irfan menjelaskan, negara tujuan ekspor kopi terbesar lainnya adalah kawasan Eropa dan Jepang, disusul Mesir dan negara-negara Afrika Utara.
Lebih lanjut, Irfan menyebut harga kopi dunia telah turun sekitar 30 persen sejak pengumuman tarif Trump pada awal April 2025. Jika tarif benar-benar diterapkan, menurut dia, tekanan terhadap harga kopi Indonesia bisa semakin dalam.
“Sekarang harga kopi udah mulai turun, sudah tertekan kebanyakan (karena) Trump. Jadi sudah tertekan 30 persen. Kalau memang dilaksanakan lagi ya mungkin lebih tertekan lagi lah kopi Indonesia,” katanya.
Irfan menyampaikan pihak yang paling terdampak dari penurunan harga kopi ialah para petani, bukan eksportir. Dia mencontohkan dampaknya secara riil terhadap pendapatan petani kopi jenis Arabika.
“Ya, petani kan kalau biasa jual kopi Arabika Rp 100 ribu, sekarang misalnya Rp 50 ribu kan kasihan banyak mereka. Misalnya 1 hektare 2 ton, gitu ya. 2 ton kali Rp 100 ribu, mereka dapat uang Rp 200 juta setahun. Sekarang mereka dapat 2 ton kali Rp 50 ribu, (jadi) Rp 100 juta setahun. Kasihan petani,” ungkapnya.
Irfan menambahkan, untuk eksportir, margin cenderung tetap stabil di kisaran 5-10 persen meskipun harga fluktuatif. Namun bagi petani, penurunan harga bisa langsung memukul pendapatan secara signifikan.
Meskipun tarif akan berdampak terhadap nilai ekspor, Irfan memastikan quantity ekspor kopi Indonesia tidak akan terganggu karena kapasitas serapan pasar domestik masih terbatas.
“Nggak ada masalah kalau terkait volumenya. Kita ekspor sih tetap ekspor karena dalam negeri nggak bisa terserap begitu banyak,” ujarnya.
Namun, dia mengakui nilai devisa dari ekspor kemungkinan besar akan mengalami penurunan. “Kalau pendapatan kita USD 1 miliar, jadi mungkin USD 800 juta karena harganya turun. Secara quantity nggak ada masalah, cuma secara nilai terhadap devisa turun,” tegasnya.
Penurunan devisa tersebut tak hanya akan berdampak pada sektor pertanian, tapi juga pada neraca perdagangan dan kontribusi ekspor kopi terhadap ekonomi nasional secara keseluruhan.
Fokus Diversifikasi Pasar
Untuk menekan dampak negatif kebijakan tarif Trump, AEKI menyiapkan sejumlah langkah, yakni memperluas pasar ekspor ke Benua Eropa dan Pasar Asia Timur seperti Jepang, serta mendorong penguatan pasar Kopi Khusus di negara ini.
“Iya, pasti cari pasar baru. Sampai kan sekarang Kopi Khusus di dalam negara ini sudah kejadianya. Untuk kopi lagi luar biasa,” ujar Irfan.
Irfan juga meyakini bahwa Pemerintah AS tak akan semudah itu menerapkan tarif sebesar 32 persen ke RI, mengingat sebagian besar rantai pasok kopi mereka juga bergantung pada Indonesia.