Investor Mulai Beralih ke Deposito Financial institution, Perang Dagang AS Jadi Faktor

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat investor mulai berbalik arah dari instrumen berisiko tinggi seperti saham dan kripto menuju instrumen konvensional perbankan, seperti deposito. Perang dagang Amerika Serikat (AS) disebut jadi sentimen utama.
Perencana keuangan Andy Nugroho melihat hal ini disebabkan oleh kondisi geo-politik international yang semakin tidak menentu ditambah dengan adanya perang dagang antara AS dengan banyak negara lain. Dengan kondisi ini, banyak investor yang lebih memilih instrumen investasi dengan risiko rendah ketimbang saham dan kripto.
“Saham maupun kripto yang tentu saja akan mengalami gejolak dengan kondisi tersebut. Maka pilihannya adalah dengan memindahkan uang mereka ke instrumen yang lebih aman seperti deposito,” kata Andy kepada kumparanMinggu (13/4).
Meski demikian, Andy bilang setiap orang perlu menghitung kembali profil risiko masing-masing. Bagi mereka yang profil risikonya agresif dan tujuannya adalah investasi jangka panjang, maka saat ini merupakan waktu tepat untuk menambah jumlah kepemilikan saham, dengan tujuan meraup untung ketika harga saham rebound atau mendapatkan dividen lebih besar lagi.
Sementara bagi orang dengan profil risiko moderat ataupun konservatif, memang saat ini waktunya untuk switching atau memindahkan portofolio investasi mereka ke instrumen yang lebih rendah resikonya.
“Daripada bikin kita enggak nyaman dan kepikiran terus harga yang terus turun ataupun bergejolak. Saat ini instrumen yang dapat dipilih seperti surat utang negara seperti ORI ataupun sukuk ritel, ataupun reksadana berbasis pasar uang atau yang berbasis pendapatan tetap; serta logam mulia juga dapat menjadi alternatif yang bisa dipilih,” ujarnya.
Selaras dengan Andy, perencana keuangan Mike Rini melihat setidaknya ada tiga faktor yang menyebabkan banyak investor beralih dari investasi ke instrumen konvensional.
Faktor utamanya adalah ketidakpastian ekonomi international termasuk inflasi yang tinggi serta ketegangan politik. Selain itu, persepsi risiko dengan banyaknya investor yang merasa fluktuasi harga saham dan kripto sangat tajam membuat pengalihan instrumen investasi terjadi. Tak luput, kinerja pasar menurut Mike juga dicermati para investor dalam tren pengalihan instrumen investasi ini.
“Jika saham dan kripto mengalami penurunan yang signifikan, investor mungkin merasa bahwa mereka tidak ingin mengambil risiko lebih lanjut dan lebih memilih untuk menyimpan uang mereka di tempat yang lebih aman,” kata Mike.
Meski demikian, pengalihan instrumen investasi juga perlu dilakukan secara hati-hati menurut Mike. Ia bilang analisis terhadap kinerja aset merupakan hal yang diperlukan.
“Jika saham atau kripto Anda telah turun jauh, pertimbangkan untuk melakukan lower loss. Ini bisa membantu membatasi kerugian lebih lanjut dan memberikan ruang untuk berinvestasi di instrumen lain yang lebih menjanjikan,” ujarnya.
Untuk investor saham, Ia juga menyarankan agar investor dapat melakukan diversifikasi portofolio dengan mengalihkan investasi ke sektor-sektor yang menunjukan kinerja baik di tengah ketidakpastian ekonomi international.
“Misalnya, jika Anda memiliki saham yang merugi, coba alihkan ke saham di sektor industri yang masih bertahan, seperti kesehatan, yang cenderung lebih stabil dalam kondisi pasar yang sulit,” kata Mike.
OJK mencatat pergeseran ini turut mendorong peningkatan Dana Pihak Ketiga (DPK) di sektor perbankan.
“Secara singkat dapat kami sampaikan ya memang bahwa pertumbuhan dana pihak ketiga atau DPK perbankannya tercatat sebesar 5,75 persen 12 months on 12 months menjadi Rp 8.926 triliun,” ujar Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae dalam konferensi pers, Jumat (11/4).
Ia menjelaskan, pertumbuhan DPK pada awal tahun ini tidak hanya dipengaruhi oleh aliran dana pemerintah, tetapi juga oleh peningkatan minat swasta menyimpan uangnya dalam bentuk deposito. Dalam kondisi ekonomi yang penuh ketidakpastian, stabilitas dan jaminan pengembalian menjadi alasan utama dibalik kembalinya investor ke financial institution.
“Pihak swasta juga mulai kembali menyimpan investasi dalam bentuk deposito di perbankan,” kata Dian.
***
Penafian: Keputusan investasi sepenuhnya didasarkan pada pertimbangan dan keputusan pembaca. Berita ini bukan merupakan ajakan untuk membeli, menahan, atau menjual suatu produk investasi tertentu.