Indonesia Perlu Perkuat Rantai Pasok Industri PLTS

Indonesia Perlu Perkuat Rantai Pasok Industri PLTS


Indonesia Perlu Perkuat Rantai Pasok Industri PLTS
Petugas membersihkan panel Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) on grid Selong.(ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi/foc.)

INDONESIA dinilai perlu memperkuat rantai pasok industri Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) sehingga dapat bersaing dalam teknologi modul surya.

Institute for Very important Products and services Reform (IESR) mengungkapkan, adopsi energi surya di dunia semakin meningkat. Angkanya mencapai 1,6 TW pada 2023. Sementara di kawasan Asia Tenggara, overall kapasitas energi surya mencapai 25,9 GW di tahun yang sama. Analis Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan IESR Alvin Putra Sisdwinugraha menyebut potensi energi surya di Indonesia lebih dari 3.295 GW.

Alvin menerangkan teknologi modul surya semakin berkembang dengan dominasi berbasis silikon. Ia mencontohkan teknologi monokristalin, menawarkan efisiensi yang lebih tinggi.

Baca juga: RUPTL Terbaru Akan Menjadi Yang Paling Ramah Lingkungan Sepanjang Sejarah

Alvin juga menyebut harga modul surya turun hingga 66% selama 5 tahun terakhir menjadi sekitar 14,5 USDc/Wp (sekitar Rp2300/Wp).

“Indonesia perlu menangkap peluang pengembangan rantai pasok industri PLTS di Indonesia agar mampu bersaing dengan produk PLTS impor. Selain itu, ekspansi Tiongkok untuk produksi modul surya Tiongkok ke Asia Tenggara untuk ekspor ke Amerika Serikat dan Eropa perlu dipandang sebagai kesempatan untuk bekerja sama dalam membangun produksi modul surya dalam negeri,” ungkap Alvin dalam keterangannya, Rabu (14/8).

Berdasarkan analisis IESR, kapasitas produksi modul surya Indonesia terbilang meningkat mencapai 2,3 GW/tahun in step with Juni 2024. Namun, secara ukuran, efisiensi, harga dan kategori panel tier-1, masih tertinggal dari modul surya impor. Modul surya dalam negeri, tegas Alvin, bahkan belum ada yang mendapatkan sertifikasi tier-1. Oleh karena itu, menurutnya sulit mendapatkan pembiayaan dari lembaga keuangan internasional. Harga PLTS lokal, kata Alvin, 30-45% lebih tinggi dibandingkan PLTS impor.

Baca juga: Presiden Jokowi: Ekosistem Besar Kendaraan Listrik Nasional sudah Terlihat

IESR mendorong pemerintah untuk meningkatkan daya saing PLTS lokal dengan memberikan insentif baik fiskal maupun non-fiskal untuk mengurangi biaya produksi, terutama apabila berorientasi ekspor. Selain itu melakukan kerja sama dengan produsen world untuk switch teknologi, serta memberikan kepastian regulasi dan pasar domestik. Sementara untuk mengatasi hambatan permintaan dalam negeri yang rendah, salah satunya yang bisa dilakukan yakni dengan pengadaan comfortable yang berkala.

Perekayasa Ahli Utama, Pusat Riset Konversi dan Konservasi Energi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Arya Rezavidi mengungkapkan, keberadaan rantai pasok PLTS yang kuat akan meningkatkan nilai tambah mineral penting untuk pembuatan modul surya. Misalnya, nilai tambah ekonomi industri rantai pasok sel surya kristal silikon secara optimum dapat menjad 637,5 kali lipat dibandingkan dengan biaya awal.

“Pengembangan PLTS tidak hanya untuk mencapai goal bauran energi terbarukan, tapi juga menandakan bahwa Indonesia menguasai teknologi PLTS yang kompetitif,” kata Arya.

Dari sisi pelaku usaha, Leader Monetary Officer (CFO) PT Trina Mas Agra Indonesia Wilson Kurniawan mengungkapkan bahwa industri sel dan modul surya membutuhkan dukungan berupa kepastian dan percepatan realisasi call for panel surya. Selain itu antara lain prioritas penggunaan panel surya produksi dalam negeri, regulasi dan inisiatif untuk menumbuhkan industri pendukung panel surya, kebijakan yang mendorong investasi hulu, serta pengenaan bea impor untuk melindungi pabrikan dalam negeri. (H-3)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *