Ragam Cerita Saksi di Sidang Kasus Hasto Kristiyanto


Terdakwa kasus dugaan perintangan penyidikan kasus korupsi Harun Masiku dan pemberian suap, Hasto Kristiyanto menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (24/4/2025). Foto: Sulthony Hasanuddin/ANTARA FOTO
Terdakwa kasus dugaan perintangan penyidikan kasus korupsi Harun Masiku dan pemberian suap, Hasto Kristiyanto menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (24/4/2025). Foto: Sulthony Hasanuddin/ANTARA FOTO

Mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan ditangkap KPK dalam OTT pada awal 2020 silam karena terlibat kasus suap. Mantan ajudannya, Rahmat Setiawan Tonidaya, bercerita mengenai momen penangkapan tersebut.

Hal tersebut diungkapkan Rahmat saat dihadirkan sebagai saksi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (25/4). Rahmat bersaksi untuk terdakwa Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.

Penangkapan KPK terjadi di Bandara Soekarno-Hatta. Berlangsung sesaat ketika Wahyu Setiawan hendak terbang ke Bangka Belitung.

Mantan terpidana kasus suap penggantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI Wahyu Setiawan menjawab pertanyaan wartawan saat tiba di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (6/1/2025). Foto: Muhammad Adimaja/ANTARA FOTO
Mantan terpidana kasus suap penggantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI Wahyu Setiawan menjawab pertanyaan wartawan saat tiba di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (6/1/2025). Foto: Muhammad Adimaja/ANTARA FOTO

Kala itu, Rahmat dan Wahyu tengah menunggu panggilan untuk boarding pesawat. Wahyu Setiawan kemudian masuk pesawat dan duduk di kelas bisnis.

"Setelah dipanggil masuk, Pak Wahyu di kelas bisnis, saya di belakang di ekonomi," ujar Rahmat.

Selang beberapa waktu, Rahmat sadar ada yang tidak beres dengan penerbangannya. Pesawat tak kunjung beranjak untuk lepas landas.

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto usai menjalani sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (25/4). Foto: Jonathan Devin/kumparan
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto usai menjalani sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (25/4). Foto: Jonathan Devin/kumparan

"Harusnya jam sudah mulai terbang, tapi kok ada kaya sesuatu yang ditunda. Setelah saya tengok di gorden bisnis, Pak Wahyu sudah enggak ada," ucapnya.

Rahmat pun mencoba mencari tahu keberadaan bosnya dengan bertanya kepada para pramugari. Rupanya, Wahyu telah dibawa keluar pesawat dan sedang berada di garbarata. Rahmat pun menyusulnya.

Setelah mereka bertemu, Wahyu pun meminta Rahmat untuk ikut dengannya ke KPK. Sesampainya di kantor KPK, Rahmat dan Wahyu kemudian menunaikan ibadah salat.

"Setelah salat, terus kami sempat merokok sebentar di sela ruang wudu di depan musala di sudut itu. Saya tanya 'ini permasalahan apa, Pak?'. [Dijawab Wahyu]'Wah, kamu enggak tahu, Ton'," ucap Rahmat.

"Terus tentu kan di situ ada dikenalkan ke Pak Donny [Tri Istiqomah]dan Pak Saeful [Bahri] terus ada Bu [Agustiani] Tio juga, terus dikenalkan, seperti itu," tambahnya.

Seiring berjalannya waktu, Rahmat akhirnya paham Wahyu ditangkap karena terlibat kasus suap proses PAW Harun Masiku.

Cerita Saksi Diminta Ambil Uang di Kantor Hasto

Sidang lanjutan kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan dengan terdakwa Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (25/4/2025).  Foto: Jonathan Devin/kumparan
Sidang lanjutan kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan dengan terdakwa Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (25/4/2025). Foto: Jonathan Devin/kumparan

Seorang staf di DPP PDIP, Patrick Gerrard Masoko alias Gerry, mengaku pernah diminta mengambil koper berisi uang dari Harun Masiku di Rumah Aspirasi sekaligus kantor Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto di Jalan Sutan Syahrir, Menteng, Jakarta Pusat.

Hal tersebut diungkapkan Gerry saat dihadirkan sebagai saksi dalam sidang lanjutan kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan Hasto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (25/4).

Awalnya, jaksa KPK menanyakan kepada Gerry soal kedatangannya ke rumah kader PDIP, Saeful Bahri, pada 23 Desember 2019.

Gerry bercerita, mulanya dia diminta Saeful untuk menemui Harun Masiku. Gerry diminta menemui Harun untuk mengambil sejumlah uang.

"Waktu saya tanggal 23 pagi itu, ditelepon Saudara Saeful untuk membantu dia. Minta tolong saya, minta tolong ke daerah Menteng ke Rumah Aspirasi itu, Jalan Sutan Syahrir itu untuk ketemu Harun katanya. Katanya mau ambil uang," kata Gerry.

"Sebelum sampai ke sana, ini disebut Harun. Ini saksi sudah kenal atau bagaimana? Kenapa Saeful tiba-tiba sebut Harun Masiku?" tanya jaksa.

"Saya tidak pernah kenal Pak Harun, Pak. Saya enggak tahu itu Harun Masiku atau Harun siapa, Pak," timpal Gerry.

"Oh cuma di-spill nama depannya doang?" cecar jaksa.

"Iya, seingat saya Harun," jawab Gerry.

"Kemudian?" tanya jaksa lagi.

"Ya saya bilang, 'oke saya bantu ambil'. Cuma waktu saya sampai di rumah itu, Sutan Syahrir itu, Pak Harun sudah enggak ada," ucap Gerry.

Karena tak bertemu Harun, Gerry pun menghubungi Saeful untuk meminta arahan selanjutnya. Rupanya, uang tersebut telah dititipkan ke staf Hasto, Kusnadi.

Gerry lalu mengambil uang tersebut di Kusnadi. Setelah diambil, ia juga sempat menghitungnya. Overall ada uang Rp 850 juta dalam pecahan Rp 50 ribu dan Rp 100 ribu.

"Ini kan saksi datang bawa uang, ini sumber uangnya dari mana ini?" tanya jaksa.

"Dari Pak Harun, Pak. Informasi dari Pak Saeful itu," jawab Gerry.

Saeful kemudian meminta Gerry untuk memberikan uang itu kepadanya lewat penjaga rumah, Ilham. Saeful meminta agar uang Rp 850 juta itu disisihkan sebanyak Rp 170 juta untuk diberikan kader PDIP, Donny Tri Istiqomah. Namun, tak dijelaskan lebih lanjut peruntukan uang tersebut.

Hasto: Saya Sulit Tidur karena Memikirkan Sidang

Terdakwa kasus dugaan perintangan penyidikan kasus korupsi Harun Masiku dan pemberian suap, Hasto Kristiyanto (kedua kiri) menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (24/4/2025). Foto: Sulthony Hasanuddin/ANTARA FOTO
Terdakwa kasus dugaan perintangan penyidikan kasus korupsi Harun Masiku dan pemberian suap, Hasto Kristiyanto (kedua kiri) menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (24/4/2025). Foto: Sulthony Hasanuddin/ANTARA FOTO

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengaku sempat tidak bisa tidur usai menjalani persidangan pada Kamis (24/4). Ada suatu hal yang mengganjal di pikirannya.

Ini diungkapkan Hasto usai menjalani sidang lanjutan kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan kasus Harun Masiku di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (25/4).

"Jadi meskipun hari ini berjalan lancar, tetapi tadi malam jujur saja saya sulit tidur karena memikirkan persidangan sebelumnya," kata Hasto.

Hal yang membuatnya tak bisa tidur itu adalah kondisi kesehatan mantan anggota Bawaslu RI, Agustiani Tio Fridelina. Tio sempat dihadirkan sebagai saksi dalam persidangannya pada Kamis kemarin.

Saat ini, Tio memang tengah mengidap penyakit kanker. Namun dia dicegah oleh KPK untuk ke luar negeri terkait perkara ini. Padahal, Tio mesti berobat ke Guangzhou, Cina.

"Kemarin kita lihat bagaimana Saudari Tio sampai nyaris pingsan, jalan terhuyung-huyung akibat haknya yang berkaitan dengan keselamatan dirinya yang berkait dengan hak hak atas kemanusiaan bagi dirinya pintu itu tetap tidak dibuka oleh KPK," ujarnya.

Menurut dia, apa yang dilakukan KPK terhadap Tio sudah melampaui batas kemanusiaan. Ia pun mengaku keberatan dan meminta KPK agar segera memberikan izin kepada Tio untuk berobat.

"Sehingga ini harusnya menjadi konsen kita bersama, kalau toh saya memang di goal secara politik untuk masuk tahanan, masuk penjara dengan melakukan upaya-upaya daur ulang terhadap suatu proses hukum yang telah memiliki kekuatan hukum tetap. Tetapi jangan pernah sekali-sekali mengorbankan kemanusiaan itu," tegas dia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *