Hari Bakti TNI AU Profil 3 Perintis yang Gugur pada 29 Juli 1947
Pada 29 Juli 1947, Angkatan Udara Republik Indonesia mengalami duka mendalam. Tiga tokoh perintis Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI SAYA) tewas dalam sebuah serangan tragis. Komodor Muda Udara Agustinus Adisutjipto, Komodor Muda Udara Abdulrachman Saleh, dan Opsir Muda Udara I Adisumarmo gugur ketika pesawat Dakota VT-CLA yang mereka tumpangi ditembak jatuh oleh pesawat Belanda.
Peristiwa ini berawal dari serangan militer Belanda yang dilancarkan pada 21 Juli 1947, sebagai bagian dari Agresi Belanda I. Serangan ini menargetkan berbagai pangkalan udara di Pulau Jawa dan Sumatra Barat, menciptakan situasi genting bagi TNI AU yang baru berkembang.
Dalam upaya balasan, pada 28 Juli 1947, Komodor Suryadi Suryadarma dan Komodor Muda Halim Perdanakusuma memimpin operasi rahasia yang melibatkan empat kadet penerbang: Suharnoko Harbani, Sutardjo Sigit, Mulyono, dan Bambang Saptoadji. Serangan mereka ke Salatiga, Ambarawa, dan Semarang berhasil menurunkan semangat Belanda dan mengangkat semangat perjuangan rakyat Indonesia.
Baca juga: Mengenal Sosok Pahlawan Halim Perdanakusuma, Perintis TNI Angkatan Udara
Namun, pada sore hari di 29 Juli, Belanda melancarkan serangan balasan yang menargetkan pesawat Dakota VT-CLA. Pesawat yang membawa beberapa tokoh penting TNI AU sekaligus mengangkut obat-obatan dari Palang Merah Malaya itu ditembak jatuh di Desa Ngoto, sebelah selatan Yogyakarta.
Tiga pionir Angkatan Udara Republik Indonesia, Komodor Muda Udara Adisutjipto, Komodor Muda Udara Abdulrachman Saleh, Opsir Muda Udara Adi Soemarmo Wirjokusumo, tewas dalam serangan tersebut.
Profil Tiga Pahlawan yang Gugur
1. Komodor Udara Agustinus Adisutjipto
Baca juga: Mengenal Sejarah Hari Bakti TNI AU yang Dirayakan Setiap 29 Juli
Lahir pada 9 Agustus 1925 di Yogyakarta, Agustinus Adisutjipto adalah Bapak Penerbang Indonesia dan pahlawan nasional. Setelah menyelesaikan pendidikan di Geneeskundige Hoge College dan Sekolah Penerbang Militaire Luchtvaart di Kalijati, Adisutjipto berperan besar dalam membangun kekuatan udara Indonesia. Pada 27 Oktober 1945, ia melakukan penerbangan bersejarah dengan pesawat Cureng berbendera merah putih, simbol semangat perjuangan kemerdekaan. Ia mendirikan Sekolah Penerbang di Lapangan Udara Maguwo pada 15 November 1945, yang kini dikenal sebagai Bandara Adisutjipto.
2. Komodor Muda Udara Abdulrachman Saleh
Abdulrachman Saleh lahir pada 1 Juli 1909 di Jakarta. Sebagai dokter dan ilmuwan, Saleh berperan penting dalam pengembangan ilmu fisiologi dan pendirian Radio Republik Indonesia (RRI). Setelah proklamasi kemerdekaan, ia mendirikan pemancar radio untuk menyebarkan berita kemerdekaan dan beralih ke bidang militer sebagai Komandan Pangkalan Udara Madiun. Saleh juga berkontribusi dalam pendirian Sekolah Teknik Udara dan Sekolah Radio Udara.
Baca juga: TNI AU Usulkan Surjadi Soerjadarma Jadi Pahlawan Nasional
3. Opsir Muda Udara I Adisumarmo
Lahir pada 31 Maret 1921 di Yogyakarta, Adisumarmo adalah pendiri Sekolah Radio Telegrafis Udara yang menjadi cikal bakal Sekolah Radio Udara. Sebelum bergabung dengan TNI AU, ia merupakan anggota Radio Telegrafis Udara The Netherlands East Indies Air Power. Adisumarmo memiliki peran penting dalam pengembangan komunikasi radio untuk militer Indonesia.
Ketiga tokoh tersebut meninggalkan warisan besar bagi Indonesia. Mereka dikenang sebagai pahlawan nasional, dan tanggal 29 Juli ditetapkan sebagai Hari Bakti TNI AU untuk menghormati jasa mereka. Tidak hanya itu, nama ketiga tokoh tersebut kini juga dijadikan sebagai nama bandara di Tanah Air.
Penghormatan bagi ketiga pahlawan tersebut menunjukkan betapa besar dedikasi dan pengorbanan mereka untuk kemerdekaan Indonesia serta pengembangan TNI Angkatan Udara. Peristiwa ini menjadi simbol semangat perjuangan dan keberanian dalam menghadapi tantangan besar. (Z-11)