Mengelola Nyeri untuk Hidup Berkualitas
NYERI merupakan keluhan yang paling banyak dialami pasien. Nyeri dapat mengganggu fisiologis dan psikologis, bahkan penurunan kualitas hidup. Hal itu dikatakan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif dari Ache Health facility RS Pondok Indah – Pondok Indah, I Gusti Ngurah Akwila Dwiyundha, dalam pernyataan tertulis kepada Media Indonesia, Selasa (24/9).
“Karenanya, manajemen nyeri yang tepat sangat dibutuhkan oleh pasien, tidak hanya untuk meredakan rasa nyeri tetapi juga untuk meningkatkan kualitas kehidupannya,” ujar Akwila.
Nyeri, menurut Akwila, adalah bentuk ketidaknyamanan, baik sensori maupun emosional, yang berhubungan dengan risiko atau adanya kerusakan jaringan tubuh.
Baca juga: Teliti Intervensi Nyeri Penderita Kanker, Yusak Jadi Guru Besar Neurologi UPH
Klasifikasi nyeri berdasarkan lama waktunya dibagi dua: yakni nyeri akut dan nyeri kronis.
Nyeri akut merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan cepat menghilang, sedangkan nyeri kronis merupakan nyeri yang timbul secara perlahan-lahan, biasanya berlangsung dalam waktu cukup lama.
Nyeri yang dialami pengidap kanker
Nyeri banyak dialami oleh pengidap kanker.
Baca juga: 9 Manfaat Buah Bit bagi Kesehatan, Dapat Mencegah Kanker
“Lebih dari 50% pengidap kanker stadium awal hingga stadium menengah mengalami nyeri selama perjalanan penyakit kanker mereka. Sedangkan 90% pengidap kanker mengalami nyeri selama perjalanan penyakitnya,” papar Akwila.
Nyeri pada pengidap kanker dapat berasal dari:
Sel kanker
Baca juga: 9 Manfaat Tomat bagi Kesehatan, Bisa Mengurangi Risiko Terkena Kanker
Sel-sel bizarre tumbuh dan merusak jaringan di sekitarnya. Sel ganas yang terus membesar juga dapat menyebabkan tekanan pada saraf, tulang, atau organ sehingga menimbulkan rasa nyeri. Kanker yang sudah menyebar ke organ lain seperti tulang, juga dapat menimbulkan rasa nyeri luar biasa
Efek samping pengobatan
Nyeri dapat muncul akibat efek samping pengobatan kanker seperti kemoterapi, radiasi, pembedahan, dan konsumsi obat-obatan. Meski dapat membunuh sel kanker, terapi kanker juga dapat menimbulkan efek samping berupa munculnya nyeri kanker. Kondisi ini terjadi karena adanya gangguan pada saraf di sekitar lokasi tumbuhnya sel kanker
Baca juga: Ragam Manfaat Donor Darah Bagi Tubuh
Kondisi medis lainnya yang tidak terkait langsung dengan kanker
“Nyeri yang dirasakan pengidap kanker berbeda-beda, tergantung pada berbagai faktor seperti lokasi kanker dan penyebab kankernya,” kata Akwila.
Selain itu, pada pengidap kanker, lokasi nyeri bisa jadi berbeda dengan sumber nyerinya. Misalnya, pada kasus kanker payudara yang menyebar ke tulang. Kondisi ini dapat menyebabkan nyeri tulang meskipun sel keganasan aslinya berada di payudara.
“Tingkat keparahan nyeri yang dialami pun dapat berbeda antara satu orang dengan yang lainnya, ada yang merasakan nyeri ringan, sedang, maupun nyeri yang sangat hebat,” ungkap Akwila.
Jika nyeri akibat kanker sangat parah, penderitanya dapat mengalami kecemasan maupun depresi. Oleh karena itu, manajemen nyeri kanker yang tepat sangat dibutuhkan. Memahami dan mengidentifikasi sumber nyeri yang tepat, penting dalam perawatan dan manajemen nyeri.
Meski banyak metode yang dapat digunakan untuk mengatasi nyeri kanker, dokter spesialis anestesiologi dan terapi intensif akan memberikan penanganan sesuai dengan kondisi pasien. Terkadang dokter bisa saja melakukan manajemen nyeri kanker dengan menggabungkan beberapa metode sekaligus.
Pentingnya perawatan dan manajemen nyeri
“Manajemen nyeri adalah sekumpulan prosedur medis yang dilakukan untuk meredakan atau menghilangkan rasa nyeri pada pasien, meningkatkan fungsi bagian tubuh yang nyeri, dan meningkatkan kualitas hidup pasien,” jelas Akwila.
Manajemen nyeri akan diberikan ketika pasien sudah merasakan nyeri yang signifikan atau berkepanjangan. Pendekatan komprehensif dan diagnostik yang akurat diperlukan untuk mengidentifikasi dan menangani sumber nyeri dengan efektif. Harapannya, pasien mendapatkan perawatan yang sesuai dan dapat memiliki kualitas hidup yang lebih baik.
Manajemen nyeri dapat dilakukan dengan dua metode:
- Manajemen nyeri farmakologi (terapi pengobatan pereda nyeri).
- Manajemen nyeri non-farmakologi (penggunaan modalitas/teknologi medis atau prosedur tertentu), seperti stimulasi house nyeri dengan pemijatan, kompres dingin, kompres hangat, penggunaan modalitas Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS), teknik-teknik relaksasi, hingga terapi musik.
Salah satu prinsip manajemen nyeri yang digunakan untuk meredakan keluhan pengidap kanker adalah step ladder WHO.
“Secara garis besar, prinsip manajemen nyeri ini adalah mengatasi keluhan secara bertahap,” ujar Akwila.
Rute pemberian obatnya dimulai dengan cara diminum. Apabila tidak memungkinkan, barulah obat antinyeri diberikan melalui rute lain, baik melalui lubang anus maupun pembuluh darah.
Berikut ini adalah penjelasan singkat mengenai manajemen nyeri kanker berdasarkan prinsip step ladder yang dikeluarkan oleh WHO:
tingkat 1
Diberikan untuk mengatasi nyeri ringan dengan pemberian obat analgesik dari kelompok non-opioid, contohnya adalah obat OAINS (obat antiinflamasi non-steroid), aspirin, dan parasetamol. Tahap ini juga dapat dibarengi dengan pemberian obat adjuvant (terapi/obat tambahan)
tingkat 2
Jika nyeri masih menetap atau memburuk, dan dapat dikategorikan sebagai nyeri sedang. Dokter akan memberikan pereda nyeri yang berasal dari kelompok opioid lemah, seperti codein atau tramadol, dengan atau tanpa pemberian parasetamol dan obat adjuvant
tingkat 3
Merupakan tahapan manajemen nyeri untuk nyeri sedang hingga berat. Dokter akan memberikan obat antinyeri dari kelompok opioid, seperti morphine, fentanyl, maupun oxycodone.
Pada tahap ini, pengobatan juga dapat dilakukan bersama dengan pemberian obat dari kelompok non-opioid dengan atau tanpa pemberian terapi adjuvant.
Pada dasarnya, terapi adjuvant dapat diberikan pada ketiga tahapan manajemen nyeri tersebut.
Hal ini dilakukan untuk meredakan efek samping dari obat analgetik, meningkatkan efektivitas obat antinyeri, maupun penanganan keluhan psikologis yang terjadi bersamaan dengan timbulnya nyeri kanker
tingkat 4
Tahapan keempat ini mencakup sejumlah prosedur non-farmakologis untuk menangani nyeri yang persisten, bahkan dalam kombinasi dengan opioid kuat atau obat-obatan lain. Langkah ini mencakup prosedur Interventional Ache Control dan minimum invasive seperti:
- Analgesia epidural, menyuntikkan obat analgesik melalui saraf tulang belakang
- Pemberian obat analgesik dan anestesi lokal intratekal dengan atau tanpa pompa, metode menyuntikkan obat langsung ke reseptor sistem saraf pusat untuk mengurangi efek samping dan dosis sistemik
- Prosedur bedah saraf untuk menghilangkan nyeri dengan memotong saraf tertentu di sumsum tulang belakang yang mengirimkan sinyal rasa sakit, misalnya, lumbar percutaneous adhesiolysis, dan cordotomy
- Strategi neuromodulasi, terapi yang bekerja langsung pada saraf dengan mengubah aktivitas saraf melalui pengiriman stimulus (berupa sinyal listrik) pada house yang ditargetkan. Neuromodulasi paling banyak diaplikasikan untuk kasus nyeri kronis, misalnya, stimulator otak dan spinal twine stimulation)
- Nerve block atau memblok saraf tertentu penyebab rasa nyeri
- Prosedur ablatif, prosedur yang menghancurkan saraf di house yang nyeri. Penghancuran saraf membantu mengurangi atau menghentikan sinyal nyeri, misalnya, alcoholization, radiofrequency, gelombang mikro, cryoablation ablations, laser-induced thermotherapy, irreversible electroporation, electro chemotherapy
- Cementoplasty, perawatan paliatif untuk kanker yang sudah menyebar (metastasis) ke tulang. Perawatan ini dapat dilakukan sendiri atau sebagai tambahan perawatan lain, seperti radioterapi
- Radioterapi paliatif. Prosedur tindakan intervensi ini dilakukan dengan cara memasukkan obat, zat, atau alat ke dalam struktur tubuh atau bagian tubuh tertentu yang menjadi sumber nyeri.
Selanjutnya, obat atau zat tersebut akan memblok saraf secara tepat sasaran, menggunakan alat pemandu seperti ultrasonografi (USG) dan alat penunjang lainnya.
Langkah ini efektif dalam menangani sejumlah kasus nyeri karena memiliki berbagai keunggulan, antara lain tindakan bersifat minimum invasive, menggunakan anestesi lokal sehingga risiko lebih kecil, obat dapat ditargetkan langsung dengan panduan ultrasonografi (USG), membantu pasien dalam mengurangi dan menghentikan konsumsi obat nyeri, serta restoration atau pemulihan lebih cepat.
Penanganan nyeri merupakan hal yang kompleks, private, dan berbeda bagi setiap pasien tergantung kondisi kesehatan yang dimiliki. Nyeri yang ditangani secara baik, terutama nyeri kronis, mampu meningkatkan kualitas hidup pasien terutama pada pengidap kanker.
“Kasus nyeri penting ditangani segera agar proses kesembuhan penyakit berjalan lebih optimum. Karenanya, konsultasikan keluhan nyeri akibat kanker Anda dengan dokter spesialis anestesiologi dan terapi intensif kami untuk memperoleh prognosis dan penanganan medis yang tepat. Mari tingkatkan kualitas hidup dengan penanganan nyeri yang tepat,” pungkas Awkila. (Z-1)