Ekonomi masih Berat, Pay Later Kian Diminati Milenial dan Gen Z
DIREKTUR PT Indodana Multi Finance Iwan Dewanto menyampaikan, di tengah perlambatan ekonomi saat ini, layanan beli sekarang bayar nanti atau beli sekarang bayar nanti (BNPL) justru meningkat.
Berdasarkan information Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pembiayaan konsumtif melalui skema BNPL melonjak hingga 89,20% secara tahunan (yoy) dengan nilai mencapai Rp7,99 triliun pada Agustus 2024.
“Di masa saat ini terlihat ada pertumbuhan layanan paylater hampir Rp8 triliun,” ujarnya dalam diskusi Dunia Baru Fintech: Praktis atau Berbahaya? yang diselenggarakan GDP Project di Jakarta, Rabu (9/10).
Baca juga: Apakah Paylater Adalah Pilihan Terbaik Bagi yang Baru Merasakan Pengalaman Kredit?
Iwan menyampaikan, layanan BNPL menjadi tren utama di kalangan anak muda atau millenial dan Generasi Z. Mengutip information perusahaan riset Lokadata.identification, 67% pengguna teknologi finansial atau teknologi keuangan (fintech) sering memanfaatkan layanan bayar nanti dengan alasan keterbatasan dana tunai. Apalagi layanan itu kerap dibarengi dengan penawaran promosi khusus yang memudahkan penggunanya.
“Kami optimistis bayar nanti ini akan terus tumbuh karena layanan itu terbuka luas dan ada kemudahan dalam layanan itu” ujarnya.
Ia menilai, peningkatan pembiayaan lewat BNPL itu menjadi sinyal positif bahwa layanan tersebut semakin dikenal oleh masyarakat.
Baca juga: Paylater vs Kartu Kredit: Mana yang Lebih Cocok untuk Pemula?
Iwan menambahkan, saat ini layanan BNPL tumbuh sehat dengan pembiayaan bermasalah (NPF) tetap terkendali di angka 2,52%. NPF merupakan kendala yang sering dihadapi financial institution dalam kegiatan pembiayaan pada nasabah yang gagal bayar.
“OJK bilang kalau NPF itu maksimal 5%, secara industri, kita masih 2,5%. Jadi, angka ini masih oke. Pertumbuhan bayar nanti kita masih sehat,” katanya.
Sementara itu, Leader Knowledge Officer Lokadata.identification Suwandi Ahmad mengatakan, berdasarkan information yang dihimpun pihaknya, pengguna bayar nanti lebih tinggi yakni 49% secara proporsi dibandingkan dengan pengguna pinjaman peer-to-peer (pinjaman P2P) atau dikenal dengan pinjaman on line (pinjol) dengan persentase 25%. Para pengguna bayar nanti itu, mayoritas memiliki pinjaman untuk keperluan komsumtif.
Baca juga: Demokrasi dan Kepemiluan Harus Ciptakan Meritokrasi
“Produk fesyen dan perawatan kulit menjadi kategori produk yang paling sering dibeli konsumen,” katanya.
Selain itu, Lokadata.identification juga mencatat sekitar 78% masyarakat setiap hari menggunakan aplikasi fintech, mulai dari dompet virtual, layanan pinjaman, hingga pembayaran virtual. Lebih dari separuh Gen Z juga secara rutin melakukan perencanaan keuangan bulanan dan 73% anak muda telah beralih menggunakan financial institution virtual.
Hal itu utamanya karena aksesibilitas yang mudah dan financial institution virtual yang terintegrasi dengan layanan lain, seperti perdagangan elektronik dan investasi. Hal itu menjadi faktor utama yang mendorong penggunaan BNPL di kalangan Gen Z.
“Jadi kemudahan yang ada membuat milenial dan Gen Z memilih layanan financial institution virtual. Sambil menonton drama Korea atau Netflixmereka bisa memesan barang yang dipilih atau berinvestasi dengan mudah tanpa bertemu orang lain,” ujarnya. (E-2)