BMKG Dorong Penggunaan Transportasi Publik untuk Atasi Polusi Udara
BADAN Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mendorong daerah-daerah untuk mengoptimalkan penggunaan transportasi publik untuk mengatasi permasalahan polusi udara. Hal itu diungkapkan oleh Sekretaris Utama BMKG Dwi Budi Sutrisno.
“Pembakaran bahan bakar fosil di Industri dan transportasi menghasilkan polutan udara seperti SO2, NO2 yang berdampak buruk terhadap kualitas udara. Polutan ini dapat bereaksi dengan uap air di atmosfer membentuk asam sulfat yang turun sebagai hujan asam, merusak lingkungan dan ekosistem perairan dan meningkatkan risiko penyakit,” kata Dwi dalam acara Local weather and Air High quality Honest 2024 di kantor BMKG, Jakarta Pusat, Selasa (15/10).
Menurut dia, penggunaan kendaraan pribadi di kota-kota besar bukan hanya merugikan bagi lingkungan, tapi juga perekonomian. Dwi memaparkan, general kerugian akibat kemacetan di DKI Jakarta mencapai Rp100 triliun. Sebanyak Rp40 triliun kerugian bahan bakar dan Rp60 triliun kerugian terhadap kesehatan. Karenanya, optimalisasi angkutan umum di perkotaan menjadi satu hal yang penting.
Baca juga: 65% Masyarakat Nilai Transportasi Umum di Era Jokowi Sudah Baik
“Itu mengapa kita harus punya blue print yang jelas terhadap bagaimana kita mengoptimalkan angkutan publik. Kalau engga, bayangkan. Kalau kita misalkan dari luar negeri bernapas agak lega, tapi kembali ke Jakarta terasa agak sesak. Saya gak tahu, kenapa seperti di Beijing, Shanghai, penggunaan sepeda motor fosil sudah tidak boleh lagi. Karenanya kita harus tegas demikian juga di sini,” beber Dwi.
Selain itu, ia pun mendorong agar pemerintah menggencarkan penggunaan bahan bakar minyak sesuai dengan standar euro 4 agar emisi dapat ditekan. “Kita cuma ada petra dex ya yang memenuhi syarat. Kemudian Pertamax Turbo dan Pertamax Inexperienced 98 sama 95. Hanya tiga itu. Ya bagaimana kita ga pengap kalau bensin yang kita hasilkan itu mempengaruhi hidup kita,” ungkap dia.
Ia meyakini, meskipun modal untuk memenuhi kendaraan listrik ramah lingkungan perlu mengeluarkan biaya besar, namun hal itu akan sebanding dengan kualitas udara baik yang nantinya akan diterima masyarakat.
“Oleh karena itu ke depannya harapan saya, harapan kita semua, ada suatu kebijakan yang company terkait kualitas udara. Karena akhirnya akan berdampak kepada pemanasan world dan perubahan iklim. Itu perlu kita cermati bersama,” pungkas dia. (Z-9)