AI Dapat Bantu  Deteksi Dini Penyakit Tidak Menular

AI Dapat Bantu Deteksi Dini Penyakit Tidak Menular


AI Dapat Bantu  Deteksi Dini Penyakit Tidak Menular
Petugas kesehatan melakukan skrining penyakit.(MI/Lina Herlina )

Kecerdasan buatan atau kecerdasan buatan (AI) memiliki potensi untuk mendeteksi dini penyakit tidak menular. Dalam studi literatur yang dipublikasikan Estiko Rijanto, peneliti Pusat Riset Mekatronika Cerdas Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), AI dapat dimanfaatkan untuk membantu memprediksi penyakit tidak menular, khususnya terkait penapisan hipertensi.

Estiko berkolaborasi dengan tim medis pada Mei 2024 yang abstraknya terbit dalam suplemen Magazine of High blood pressure. Salah satu referensi kajian ini merujuk pada publikasi S. Koshimizu, yaitu sistem pengukuran tekanan darah berbasis AI.

Baca juga: Begini Cara Mengidentifikasi Deepfake, Gunakan Teknik Astronomi

“Hal ini memungkinkan pemantauan tekanan darah pasien secara terus menerus di luar rumah sakit. Ilustrasinya pengukuran indikator enter terkait gaya hidup, lingkungan, dan genome. Kemudian disimulasikan dalam fashion AI dan menghasilkan output dengan memanfaatkan instrumen virtual untuk mengukur tekanan darah,” ucap Estiko dalam keterangannya, Sabtu (3/8).

Baca juga: Cukai Minuman Berpemanis dalam Kemasan Harus Segera Diterapkan

Estiko menambahkan, pengelolaan hipertensi akan membantu dokter klinis dalam memantau pasien sebelum terdeteksi mengalami hipertensi. Penanganan berbasis prediksi tersebut dapat menekan risiko pasien mengalami penyakit kardiovaskuler.

“Perlu diingat, sistem ini tidak dapat mengganti peran dokter yang sifatnya bukan subtitusi, namun komplementer,” jelasnya.

Baca juga: YLKI : Masyarakat Miskin Lebih Banyak Beli Rokok Daripada Lauk Pauk

Pengalaman riset lainnya juga dipaparkan Estiko terkait hipertensi studi potong lintang. Tujuan riset dilakukan untuk mengamati hipertensi menggunakan faktor risiko yang mudah diperoleh dan murah, serta dapat diterapkan di pusat kesehatan masyarakat seluruh Indonesia.

Baca juga: Presiden Jokowi: AI dan Transformasi Digital Jadi Kunci Bisnis ke Depan

Metode riset tersebut memakai information lebih dari 250.000 peserta yang terdaftar di pos binaan terpadu penyakit tidak menular (Posbindu PTM) seluruh Indonesia.

“Kami juga melakukan riset analisis kesintasan atau tingkat kelangsungan hidup pasien hipertensi berbasis information set pseudo kohor. Tujuan riset ini untuk memprediksi kesintasan sampai terjadi perubahan standing hipertensi. Metode diolah dari information dasar, dan information pemantauan selama beberapa waktu menggunakan algoritma AI, dan metode tradisional sebagai pembanding,” papar Estiko.

Estiko menambahkan, riset AI terkini yang dilakukannya adalah riset prediksi penyakit kardiovaskular berbasis studi longitudinal pada 2024 hingga sekarang, dari awal dan lanjutan. Salah satu referensi riset ini menampilkan fashion prediksi tekanan darah sistolik dengan rata-rata dan deviasi standar untuk empat minggu ke depan. Itu dilakukan berbasis information, deret waktu beberapa hari, dan information konteks dari 280 peserta.

“Riset AI ini sifatnya berkelanjutan, risetnya juga berlanjut, namun ada implementasinya. Selain itu kerja sama antar pihak juga sangat diperlukan, baik dengan komunitas. Selanjutnya, masyarakat sebagai subjek pelayanan, akademisi/periset sebagai eksekutor riset, pihak industri (misalnya penyedia information heart), dan pihak regulator,” ucap Estiko.

Penelitian Library of Medication pada 2023 menyebutkan tingkat keakuratan Synthetic Intelligence (AI) dalam mendeteksi penyakit rata-rata mencapai 90% meskipun presentasenya bervariasi.

Kepala Organisasi Riset Kesehatan BRIN Ni Luh Putu Indi Dharmayanti menyebut keberagaman presentase tersebut menunjukkan peran tenaga medis masih diperlukan karena tidak dapat tergantikan oleh AI.

Oleh sebab itu, katanya, penelitian dan pengembangan berkelanjutan riset AI masih perlu dilakukan. “BRIN terus bekerja sama dengan berbagai pihak untuk berbagi informasi ilmiah dalam melaksanakan riset dan inovasi tepat guna dan sesuai kebutuhan, sehingga dapat meningkatkan efisiensi, akurasi, dan kualitas layanan yang lebih baik dan inklusi,” jelasnya. (H-3)AI) memiliki potensi untuk mendeteksi dini penyakit tidak menular. Dalam studi literatur yang dipublikasikan Estiko Rijanto, peneliti Pusat Riset Mekatronika Cerdas Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), AI dapat dimanfaatkan untuk membantu memprediksi penyakit tidak menular, khususnya terkait penapisan hipertensi.

Estiko berkolaborasi dengan tim medis pada Mei 2024 yang abstraknya terbit dalam suplemen Magazine of High blood pressure. Salah satu referensi kajian ini merujuk pada publikasi S. Koshimizu, yaitu sistem pengukuran tekanan darah berbasis AI.

“Hal ini memungkinkan pemantauan tekanan darah pasien secara terus menerus di luar rumah sakit. Ilustrasinya pengukuran indikator enter terkait gaya hidup, lingkungan, dan genome. Kemudian disimulasikan dalam fashion AI dan menghasilkan output dengan memanfaatkan instrumen virtual untuk mengukur tekanan darah,” ucap Estiko dalam keterangannya, Sabtu (3/8).

Estiko menambahkan, pengelolaan hipertensi akan membantu dokter klinis dalam memantau pasien sebelum terdeteksi mengalami hipertensi. Penanganan berbasis prediksi tersebut dapat menekan risiko pasien mengalami penyakit kardiovaskuler.

“Perlu diingat, sistem ini tidak dapat mengganti peran dokter yang sifatnya bukan subtitusi, namun komplementer,” jelasnya.

Pengalaman riset lainnya juga dipaparkan Estiko terkait hipertensi studi potong lintang. Tujuan riset dilakukan untuk mengamati hipertensi menggunakan faktor risiko yang mudah diperoleh dan murah, serta dapat diterapkan di pusat kesehatan masyarakat seluruh Indonesia.

Metode riset tersebut memakai information lebih dari 250.000 peserta yang terdaftar di pos binaan terpadu penyakit tidak menular (Posbindu PTM) seluruh Indonesia.

“Kami juga melakukan riset analisis kesintasan atau tingkat kelangsungan hidup pasien hipertensi berbasis information set pseudo kohor. Tujuan riset ini untuk memprediksi kesintasan sampai terjadi perubahan standing hipertensi. Metode diolah dari information dasar, dan information pemantauan selama beberapa waktu menggunakan algoritma AI, dan metode tradisional sebagai pembanding,” papar Estiko.

Estiko menambahkan, riset AI terkini yang dilakukannya adalah riset prediksi penyakit kardiovaskular berbasis studi longitudinal pada 2024 hingga sekarang, dari awal dan lanjutan. Salah satu referensi riset ini menampilkan fashion prediksi tekanan darah sistolik dengan rata-rata dan deviasi standar untuk empat minggu ke depan. Itu dilakukan berbasis information, deret waktu beberapa hari, dan information konteks dari 280 peserta.

“Riset AI ini sifatnya berkelanjutan, risetnya juga berlanjut, namun ada implementasinya. Selain itu kerja sama antar pihak juga sangat diperlukan, baik dengan komunitas. Selanjutnya, masyarakat sebagai subjek pelayanan, akademisi/periset sebagai eksekutor riset, pihak industri (misalnya penyedia information heart), dan pihak regulator,” ucap Estiko.

Penelitian Library of Medication pada 2023 menyebutkan tingkat keakuratan Synthetic Intelligence (AI) dalam mendeteksi penyakit rata-rata mencapai 90% meskipun presentasenya bervariasi.

Kepala Organisasi Riset Kesehatan BRIN Ni Luh Putu Indi Dharmayanti menyebut keberagaman presentase tersebut menunjukkan peran tenaga medis masih diperlukan karena tidak dapat tergantikan oleh AI.

Oleh sebab itu, katanya, penelitian dan pengembangan berkelanjutan riset AI masih perlu dilakukan. “BRIN terus bekerja sama dengan berbagai pihak untuk berbagi informasi ilmiah dalam melaksanakan riset dan inovasi tepat guna dan sesuai kebutuhan, sehingga dapat meningkatkan efisiensi, akurasi, dan kualitas layanan yang lebih baik dan inklusi,” jelasnya. (H-3)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *