TAUD Kutuk Pembekuan BEM Fisip Unair
BADAN Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ilmu Politik dan Ilmu Sosial Universitas Airlangga (FISIP Unair) dibekukan oleh Dekanat FISIP Unair buntut dari karangan bunga untuk Prabowo-Gibran atas pelantikan sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI. Pembekuan ini dikirim pada Jumat (25/10) melalui surat elektronik.
“Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD) menilai pembekuan BEM FISIP Unair adalah sebuah tindakan represif dan tidak demokratis. Kebebasan berekspresi dijamin dalam Pasal 28E ayat (3) dan 28F Undang-Undang Dasar Republik Indonesia,” kata TAUD yang diwakili Maidina Rahmawati dari Institute for Legal Justice Reform (ICJR), Senin (28/10).
Menurut dia Indonesia juga sudah meratifikasi Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik melalui Undang-undang No.12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Global Covenant On Civil And Political Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik). Negara memiliki tanggung jawab dan berkewajiban untuk memastikan hak kebebasan berekspresi dan berpendapat.
“Kebebasan berekspresi dan berpendapat ini memang dapat dibatasi sesuai dengan Pasal 19 ayat (3) Konvenan Hak Sipil dan Politik, namun hanya apabila dilakukan secara sah, dan berdasarkan komentar umum Konvenan tersebut, pembatasan tersebut tidak pernah boleh ditujukan untuk membungkam kritik bagi pejabat publik yang memang subjek dari kritik. Pembekuan ini adalah tanpa alasan, tidak masuk akal dan melawan hukum dan Hak Asasi Manusia,” tuturnya.
Anggota TAUD lain, Andrie Yunus dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengatakan pembekuan BEM FISIP Unair juga melukai kebebasan akademik yang secara tegas diakui oleh negara yang tertuang secara common berdasarkan Magna Charta Universitatum (Bologna, 18 September 1988) dan bertentangan dengan Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang No.12 Tahun 2020 tentang Pendidikan Tinggi bahwasannya akademisi dan peserta pendidikan tinggi sebagai civitas akademika dilindungi dan dijamin oleh Negara untuk penikmatan kebebasan akademik, kebebasan mimbar akademik, dan otonomi keilmuan di perguruan tinggi.
Selain itu pembekuan ini jelas bertentangan dengan hak kebebasan berserikat, berkumpul dan berpendapat yang merupakan hak penting yang diakui dalam Pasal 28E ayat (3) UUD 1945, sebagai hak yang secara basic mengkritik orde baru dan hak yang diakui sebagi ruh dari reformasi 1998. “Pembentukan ini bertentangan dengan hukum dan HAM dan hanya akan menimbulkam iklim ketakutan di masyarakat dan lebih buruk lagi membungkam nalar kritis di dunia akademik,” jelasnya.
Atas hal tersebut pihaknya, kata dia, mengutuk tindakan pembekuan BEM ini dan menuntut Universitas Airlangga serta Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi untuk melakukan evaluasi terhadap pembekuan ini. Pembekuan harus dicabut dan setiap pejabat kampus yang terlibat harus dievaluasi dan diberi tindakan.
“Kami memuntut langkah konkret Pemerintah untuk lebih memastikan kebebasan akademik dan tidak menjadikan pemerintahan barunya berwatak anti kritik dan intelektualisme,” pungkasnya. (I-2)