BRIN Perbaikan Sistem Pelembagaan Parpol dapat Membawa Kemajuan bagi Demokrasi Indonesia
PENELITI senior Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), kata-kata Noor optimis bahwa sistem pelembagaan partai politik (parpol) di Indonesia akan berkemabng semakin baik dan berimplikasi pada pemajuan demokrasi Indonesia.
“Saya cukup optimis bahwa perlembagaan kita akan ‘getting higher’ dan mudah-mudahan memiliki implikasi dengan situasi demokrasi kita karena, pelembagaan partai itu merupakan modal dasar yang penting bagi negara untuk naik kelas dalam mengelola kehidupan politiknya,” ujar Firman dalam diskusi dan peluncuran ‘Indeks Pelembagaan Partai Politik di Gedung BRIN Jakarta, Rabu (30/10).
Meskipun tingkat pelembagaan partai belum tentu berkorelasi dalam menentukan pemenangan partai politik tersebut dalam pemilihan umum, dan tentu pula secara otomatis menghidupkan demokrasi di negara, namun Firman percaya bahwa partai politik merupakan elemen yang penting dalam memperkuat sistem pemerintahan dan menjaga semangat reformasi.
“Tapi setidaknya dengan adanya perlembagaan partai politik, itu sudah merupakan modal dasar yang sangat penting bagi sebuah negara untuk naik kelas di dalam mengelola kehidupan politiknya. Dan akan semakin kacau Indonesia kalau kualitas pelembagaan politiknya hampir sama saja dengan awal reformasi,” tuturnya.
Lebih lanjut, Firman mengungkapkan bahwa indeks kelembagaan parpol yang diteliti tersebut berangkat dari keprihatinan sekaligus menjadi semangat untuk memperbaiki kualitas parpol di Indonesia. Hal itu menurut firman sejalan dengan ungkapan Max Weber bahwa korelasi antara demokrasi dan partai politik kayaknya relasi antara seorang ibu dan anaknya.
“Partai politik adalah elemen yang sangat penting yang harus kita provide secara akademis untuk mencapai degree yang lebih baik. Jadi indeks ini berangkat dari sebuah kesedaran memang partai politik itu penting,” jelasnya.
Peluncuran Indeks Pelembagaan Partai Politik merupakan wujud kepedulian BRIN terhadap perbaikan partai politik di tanah air. Firman menyoroti fenomena yang kini berlangsung di Indonesia.
“Sebuah fenomena yang dikatakan pembalikan semangat demokrasi. Alih-alih menjadi sebuah transisi demokrasi, kita justru menjadi saksi bagaimana kualitas demokrasi kita semakin dipertanyakan,” ucapnya.
Oleh karena itu, diperlukan dukungan dari seluruh pihak, termasuk akademisi, dalam memperkuat partai politik. Ia juga meyakini bahwa partai politik yang sehat tidak saja berpotensi menyelamatkan demokrasi untuk bangkit, tetapi menghasilkan kebijakan-kebijakan yang membangun bagi rakyat melalui kader-kadernya.
“Kebijakan-kebijakan yang bersifat dibutuhkan dan relevan untuk masyarakat,” ungkapnya.
Sementara itu, Akademisi dari FISIP Universitas Indonesia, Sri Budi Eko Wardani menjelaskan foundation rekrutmen parpol saat ini menjadi cenderung pragmatis dan cair. Nilai yang disepakati bersama dalam rekrutmen parpol tidak tercermin tidak dalam calon pejabat yang direkrut.
“Tahun 2004 dan 2009 banyak parpol banyak merekrut para aktivis. Tapi kemudian tidak ada lagi ada ketersambungan antara masyarakat sipil dan parpol, sehingga akar rumput parpol semakin tergerus. Kita juga punya multi partai yang kompleks dan kompetitif tapi hanya dikuasai oleh beberapa parpol saja,” katanya.
Menurut Sri, rendahnya skor derajat kesisteman menunjukkan praktik tata kelola inner partai yang buruk. Penegakan dan konsistensi terhadap aturan inner juga sulit dilakukan karena kebutuhan partai bertahan dalam kompetisi politik.
“Padahal derajat kesisteman merupakan ‘jantung’ dari kelembagaan partai dalam mengelola organisasi dan menjalankan fungsi-fungsinya seperti komunikasi, sosialisasi, rekrutmen, penengah konflik),” katanya.
Selain itu, meningkatnya rekrutmen berwajah kekerabatan atau dinasti politik dan pembiayaan politik dari sumber non-negara (personal/private) menjadi alternatif solusi agar berhasil memenangkan kompetisi (pemilu).
“Ada pula dampak tata kelola inner yang buruk seperti portal menjadi organisasi yang eksklusif, dominasi kekerabatan dan tidak representatif.”
Atas dasar itu, Sri mendorong urgensi pembaharuan kelembagaan partai politik prison reform atau merevisi UU No 2/2011 untuk memperkuat peran parpol sebagai salah satu pilar demokrasi.
“Parpol harus melakukan rekrutmen dan kaderisasi yang akuntabel, inklusif, transparan, dan partisipatif, lalu memberlakukan prinsip desentralisasi pengambilan keputusan dalam pencalonan pejabat publik,” ujarnya.
Hal penting yang juga menjadi sorotan Sri adalah peningkatan jumlah bantuan keuangan (banpol) dan penetapan alokasinya, afirmasi bagi kelompok muda dan disabilitas dalam kepengurusan partai politik, dan syarat minimum keanggotaan partai dalam pencalonan legislatif.
Diketahui, BRIN telah meluncurkan Indeks Pelembagaan Partai Politik yang menjadi alat ukur ilmiah untuk mengukur seberapa terlembaga partai politik berdasarkan dimensi derajat kesisteman, dimensi infusi nilai, dan dimensi kemandirian partai.
Secara keseluruhan, Indeks Pelembagaan Partai Politik Indonesia berada dalam kategori terlembaga sedang dengan skor sebesar 74,16 poin dari 100. (Dev/I-2)