Rencana Kenaikan Royalti Minerba Bisa Hambat Investasi Eksplorasi-Hilirisasi

Usulan kenaikan tarif royalti mineral dan batu bara (minerba) oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dinilai akan menghambat investasi sektor pertambangan, baik untuk kegiatan eksplorasi hingga hilirisasi.
Direktur Eksekutif Indonesia Mining Affiliation (IMA), Hendra Sinadia, mengatakan jika kebijakan itu resmi berlaku, maka akan berdampak pada sektor pertambangan dari hulu ke hilir.
"Dari hulu tentu investasi untuk eksplorasi juga akan semakin terhambat. Tanpa eksplorasi maka keberlanjutan pasokan untuk mendukung peningkatan nilai tambah mineral (hilirisasi) akan terpengaruh untuk jangka panjang," jelas untuk kumparanMinggu (16/3).
Hendra menuturkan, kenaikan royalti juga berpotensi menambah biaya operasional perusahaan yang sudah terbebani kenaikan biaya bunga karena aturan Devisa Hasil Ekspor (DHE), mandatori B40, penetapan PPN 12 persen.
Kemudian, kenaikan Upah Minimal Provinsi (UMP) tahun 2025 sebesar 6,5 persen, serta perusahaan yang mendapatkan tax vacation akan dikenakan World Minimal Tax 15 persen.
"Semua komoditas unggulan kita yang kontribusi besar untuk ekspor akan terdampak. Untuk batu bara ada kebijakan HBA (Harga Acuan Batubara), harga domestik ke PLN yang masih dipatok USD 70/ton, dan lain-lain," tutur Hendra.

Selain itu, Hendra juga menyoroti kurangnya sosialisasi kebijakan tersebut kepada pengusaha, di mana konsultasi publik baru dilakukan satu kali pada akhir pekan lalu.
"Konsultasi publik baru dilakukan hari Sabtu 8 Maret lalu. Undangan baru disampaikan paginya, peserta hampir 400 orang dengan waktu hanya 1 jam 30 menit," ujar Hendra.
Dengan demikian, kata dia, para pengusaha pertambangan yang tergabung dalam beberapa asosiasi sudah mengajukan surat keberatan kepada pemerintah agar kenaikan royalti minerba ditunda.
"Kami keberatan dan minta agar pemerintah menunda rencana kenaikan tarif royalti tersebut dan membahas secara komprehensif dengan pelaku usaha mengenai potensi dampaknya," ungkapnya.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana, mengatakan tujuan kebijakan kenaikan royalti minerba untuk berbagi keuntungan perusahaan kepada kas negara melalui Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
"Prinsipnya sharing get advantages. Jadi kalau ada keuntungan itu jangan menikmati sama perusahaan semua kan. Jadi sering kita ajak misalnya seperti itu," kata Dadan saat ditemui di kantor Kementerian ESDM, Selasa (11/3).
Dalam dokumen Konsultasi Publik Usulan Penyesuaian Jenis dan Tarif PNBP SDA Mineral dan Batu baradisebutkan secara rinci usulan kenaikan tarif royalti untuk enam komoditas minerba, yakni sebagai berikut.
Batu bara
– Tarif royalti IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus) diusulkan naik 1 persen untuk Harga Batubara Acuan (HBA) ≥ USD 90, dengan tarif maksimum 13,5 persen.
– Tarif IUPK direvisi dalam rentang 14-28 persen, menggantikan ketentuan sebelumnya dalam PP 15/2022.
Nikel
– Bijih Nikel: Dari tarif flat 10 persen menjadi progresif 14-19 persen mengikuti Harga Mineral Acuan (HMA).
– Nikel Matte: Dari tarif flat 2 persen menjadi tarif progresif 4,5-6,5 persen (providence benefit dihapus).
– Ferro Nikel & Nikel Pig Iron: Dari tarif flat 5 persen menjadi tarif progresif 5-7 persen menyesuaikan HMA.
Tembaga
– Bijih Tembaga: Dari tarif flat 5 persen menjadi tarif progresif 10-17 persen menyesuaikan HMA.
– Konsentrat Tembaga: Dari tarif flat 4 persen menjadi tarif progresif 7-10 persen menyesuaikan HMA.
– Katoda Tembaga: Dari tarif flat 2 persen menjadi tarif progresif 4-7 persen menyesuaikan HMA.
Emas & Perak
Emas: Dari tarif progresif 3,75-10 persen menjadi 7-16 persen menyesuaikan HMA
Perak: Dari tarif flat 3,25 persen menjadi 5 persen.
Platina: Dari tarif flat 2 persen menjadi 3,75 persen.
Timah
Logam timah: Dari tarif flat 3 persen menjadi tarif progresif 3-10 persen mengikuti harga jual.