Mayoritas Pilih Penegak Hukum, ICW Singgung Independensi Pansel KPK
Panitia Seleksi (Pansel) Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru saja mengumumkan hasil tes tertulis kepada masyarakat, Kamis (8/8)
Dari 236 kandidat, Pansel diketahui memangkas lebih dari setengahnya dan hanya menyisakan 40 orang. Bila dilihat dari nama-namanya, ada setumpuk persoalan yang mesti diulas lebih lanjut, khususnya mengenai dominasi kandidat dengan latar belakang aparat penegak hukum.
Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat, setidaknya 40% kandidat (16 orang) yang lolos berasal dari lembaga penegak hukum, baik aktif maupun purna tugas.
Baca juga: 7 Capim KPK Dinyatakan Gugur dalam Tes Tulis
“Ini tentu menimbulkan kecurigaan di tengah masyarakat tentang independensi Pansel dalam bekerja. Potensi keberpihakan yang berlebih pada aparat penegak hukum disinyalir sedang terjadi pada proses seleksi kali ini,” ujar Peneliti ICW Kurnia Ramadhana melalui keterangan tertulis, Kamis (8/8).
Menurut Kurnia, pansel seperti meyakini sebuah “mitos” yang sebenarnya keliru terkait adanya keharusan aparat penegak hukum mengisi struktur Komisioner KPK. Ia menegaskan ada beberapa poin penting berkenaan dengan hasil seleksi kali ini. Pertama, Pansel bisa dianggap melanggar peraturan perundang-undangan, yakni, Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, jika indikasi memberikan karpet merah terbukti.
“Adapun peraturan perundang-undangan itu telah memandatkan bahwa setiap orang harus diperlakukan sama di hadapan hukum,” terang Kurnia.
Baca juga: ICW Harap Pansel Objektif Pilih Kandidat Capim KPK Berintegritas
Kedua, keberadaan aparat penegak hukum pada degree Komisioner KPK berpotensi menimbulkan konflik kepentingan dan akan mengganggu independensi lembaga. Analoginya, ujar Kurnia, Pasal 11 UU KPK mengamanatkan bahwa lembaga antirasuah tersebut diminta untuk memberantas korupsi di lembaga penegak hukum. Ia khawatir KPK tidak bisa objektif dalam menangani kasus yang melibatkan institusi penegak hukum.
“Oleh karena itu, bagaimana penegakan hukum KPK akan objektif jika komisionernya berasal dari lembaga penegak hukum?
Sedangkan menyangkut independensi, sambung Kurnia, baik kandidat yang berasal dari Polri, Kejaksaan, atau Mahkamah Agung, berpotensi memiliki loyalitas ganda. Sebab, saat kelak saat menjabat sebagai Komisioner KPK, secara administratif kedinasan, mereka masih berada di bawah kekuasaan lembaganya terdahulu yang dipimpin oleh Kapolri, Jaksa Agung, dan Ketua Mahkamah Agung.
Baca juga: ICW Ingatkan Pasel Tidak Istimewakan Kandidat Berlatar Belakang Penegak Hukum
“Atas kondisi ini, masyarakat khawatir penanganan perkara di KPK tidak objektif. Lagipun, jika dipandang calon-calon dari kalangan penegak hukum memiliki kompetensi yang mumpuni, mengapa mereka tidak diberdayakan di lembaga asalnya?,” cetus dia.
Pada situasi ini, ketegasan pansel untuk menjawab keraguan masyarakat akan diuji. Apabila pada akhirnya Pansel tetap meloloskan sejumlah kandidat yang berasal dari kalangan penegak hukum, sambung dia ICW mendorong agar pansel mendesak mereka untuk tidak hanya menanggalkan jabatan sebelumnya sebagaimana tertuang dalam UU KPK, akan tetapi juga meminta mundur dari institusi asalnya.
Selain persoalan di atas, ICW juga turut menyoroti tentang tes lanjutan yang akan digelar akhir Agustus 2024. Sebab, ada beberapa nama yang penting ditelusuri secara mendalam rekam jejaknya. Oleh sebab itu, ICW berharap Pansel tidak hanya berdiam diri menunggu informasi yang masuk, akan tetapi bertindak aktif mencari dan menelusuri rekam jejak kandidat.
“Misalnya, jika calon berasal dari inside KPK, maka pansel harus segera berkoordinasi dengan Dewan Pengawas guna menanyakan catatan etik dari proses persidangan yang pernah berlangsung,” tukasnya. (H-3)